Soppeng

Lejja dan Kalong Park Menjadi Penanda Warisan Alam yang Hidup di Soppeng

SOPPENG – Di balik sebutannya sebagai “Kota Kalong,” Kabupaten Soppeng di Sulawesi Selatan ternyata menyimpan warisan ekologis dan geologis yang menakjubkan.

Tak sekadar destinasi liburan, kawasan ini merekam hubungan harmonis antara manusia, alam, dan sejarah bumi.

Salah satu magnet utama adalah Taman Kalong, yang secara ekologis dapat disebut sebagai urban roosting habitat.

Ribuan kalong (Pteropus vampyrus) menjadikan pepohonan tua di tengah kota Watansoppeng sebagai tempat tinggal.

Fenomena ini bukan hanya eksotis secara visual, tapi juga penting secara ilmiah: koloni kelelawar ini berperan dalam ekosistem sebagai agen penyerbuk dan penyebar biji (seed disperser) alami.

Migrasi dan pola terbangnya saat senja menjelma menjadi tontonan langka, sekaligus alarm ekologis akan pentingnya konservasi urban.

Bergeser ke selatan, Pemandian Air Panas Lejja menawarkan pengalaman wisata berbasis geotermal.

Terletak di Desa Bulue, Marioriawa, lokasi ini memiliki mata air alami dengan suhu mencapai 60°C, menandakan adanya aktivitas geotermal bawah tanah yang relatif aktif.
Secara ilmiah, air panas ini mengandung mineral seperti sulfur, kalsium, dan magnesium yang diklaim memiliki khasiat balneoterapi — terapi perendaman air panas untuk meningkatkan sirkulasi darah dan relaksasi otot.

Tak hanya itu, Puncak Gunung Sewo menjadi tempat ideal untuk observasi morfologi wilayah Soppeng.

Dari ketinggian Bila, pengunjung bisa menyaksikan hamparan geomorfologi kota yang bertumpuk rapi, menjadi titik perenungan akan interaksi antara bentang alam dan aktivitas manusia.

Lokasi ini cocok sebagai laboratorium alam terbuka untuk pengamatan topografi dan meteorologi mikro.

Sementara itu, Baruttungnge dan Kalong Park menampilkan sisi estetika lanskap dengan vegetasi alami yang masih lestari.

Tempat-tempat ini cocok untuk ekowisata ringan (soft ecotourism), yang menekankan interaksi minimal dengan alam namun tetap edukatif dan menyegarkan jiwa.

Embung Paccekke, sebagai penampungan air buatan, memiliki nilai hidrologis dan estetis. Di tengah meningkatnya tantangan perubahan iklim, keberadaan embung menjadi strategi mikrohidrologi yang relevan.

Tempat ini juga menyajikan panorama yang tenang, cocok untuk pengunjung yang mencari ketenangan.

Tak ketinggalan, Sirkuit Wisata Ompo hadir sebagai ruang rekreatif keluarga. Selain menjadi lokasi rekreasi aktif, tempat ini juga menampung fungsi sosial sebagai area interaksi komunitas dan penguatan identitas lokal.

Melalui seluruh destinasi ini, Soppeng menyuguhkan lebih dari sekadar wisata — ia adalah laboratorium terbuka tentang bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, dengan pendekatan berbasis konservasi, edukasi, dan budaya.

Bagi pegiat pariwisata, akademisi lingkungan, atau sekadar pelancong pencari makna, Soppeng bukan hanya tempat yang indah, melainkan juga ruang hidup yang bercerita.(*)

Editor: Edy Basri / Reporter: Tipoe Sultan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version