OC Kaligis Angkat Bicara: PWI Pusat Punya Legitimasi Gugat, Dewan Pers Diduga Langgar Asas Ultra Vires
Jakarta, Katasulsel.com – Advokat senior Otto Cornelis Kaligis tampil sebagai kuasa hukum PWI Pusat dalam perkara perdata melawan Dewan Pers. Dalam keterangannya, Kaligis menegaskan bahwa tindakan Dewan Pers menutup paksa kantor PWI merupakan bentuk pelampauan wewenang (ultra vires) yang dapat dipersoalkan secara hukum.
“Saya ditanya kenapa bersedia dampingi PWI Pusat menggugat Dewan Pers? Saya jawab: ini perkara menarik secara hukum, penuh dengan aspek yuridis yang patut diuji di forum litigasi,” ujar Kaligis saat ditemui menjelang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 14 Mei 2025.
Menurutnya, keberadaan Hendry Ch Bangun sebagai Ketua Umum PWI memiliki legal standing yang sah karena terpilih melalui forum konstitusional, yakni Kongres PWI di Bandung pada Oktober 2023. “Pemilihan itu sah menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Dalam hukum organisasi, tak mungkin ada tindakan yang sah jika tidak berdasar norma dasar (grundnorm) organisasi,” tegasnya.
Ia mengkritik langkah Dewan Pers yang menutup akses terhadap ruang kerja PWI Pusat di lantai 4 Gedung Dewan Pers sebagai tindakan yang bertentangan dengan asas due process of law dan prinsip nonintervensi kelembagaan. Tindakan tersebut juga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) menurut Pasal 1365 KUH Perdata.
Faisal Nurrizal, anggota tim kuasa hukum PWI, menambahkan bahwa hakim dalam persidangan sebelumnya telah menyarankan agar pihak tergugat membuka kembali ruang kantor untuk memungkinkan pengambilan dokumen-dokumen vital. “Ini bukan semata soal kepentingan administratif, tapi menyangkut hak subyektif dan eksistensi kelembagaan yang dilindungi hukum,” ujarnya.
Pihak PWI Pusat menegaskan akan mengawal proses ini hingga putusan inkracht demi menegakkan asas legalitas dan supremasi hukum.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada 22 Mei 2025 dengan agenda pembacaan putusan sela (interlocutory decision). Kasus ini menjadi penting secara yurisprudensial karena menyangkut relasi kuasa dan batas kewenangan antar lembaga pers di Indonesia.(*)
Editor: Edy Basri l Reporter: Harianto