Sidrap

Rp750 Ribu untuk Perpisahan: MTsN 1 Sidrap Disorot, Publik Pertanyakan Transparansi Dana

SIDRAP, Katasulsel.com – Gelaran perpisahan siswa kelas IX di MTsN 1 Sidrap tengah menjadi buah bibir. Isu yang mencuat bukan sekadar soal momen perpisahan, melainkan dugaan bahwa acara ini menjelma jadi ajang “penggalangan dana” dengan nilai tak kecil.

Salah seorang wali murid angkat bicara. Kepada redaksi, ia mengaku awalnya diminta menyetor Rp750 ribu per siswa untuk kegiatan perpisahan sekaligus rekreasi. Namun, setelah muncul larangan dari Kementerian Agama RI terkait kegiatan rekreasi sekolah, pihak MTsN 1 Sidrap disebut-sebut mengubah skema acara dan mengurangi pungutan menjadi Rp400 ribu.

“Rp350 ribu sisanya dijanjikan akan dikembalikan, tapi sampai sekarang belum ada kabar. Uangnya sudah kami setor sejak jauh-jauh hari,” ungkap wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan, Jumat (16/5/2025).

Di balik cerita perpisahan itu, ada hal lain yang menarik perhatian: besarnya nilai dana yang tetap dihimpun, walau acara hanya berupa silaturahmi sederhana di lingkungan sekolah. Dengan asumsi ratusan siswa dari tujuh kelas yang tamat tahun ini, dana yang terkumpul bisa mencapai puluhan juta rupiah. Itu belum termasuk pengeluaran tambahan seperti pembelian baju seragam batik khusus perpisahan yang dibebankan kepada siswa.

Publik bertanya, mengapa nominal pungutan tak disesuaikan secara proporsional dengan perubahan skala acara? Di tengah larangan dari otoritas kementerian, apakah semangat syukuran benar-benar dikedepankan, atau justru terselubung praktik kelola dana yang minim transparansi?

Sementara itu, Kepala MTsN 1 Sidrap, Nasir, belum memberikan keterangan resmi saat dikonfirmasi.

Pernyataan justru datang dari Kepala Kantor Kemenag Sidrap, Muhammad Idris Usman, yang mengungkap bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sekolah.

“Kegiatan rekreasi memang tidak diperkenankan. Sekolah hanya boleh menggelar syukuran sederhana, dan menurut laporan pihak sekolah, semua pembayaran dilakukan atas kesepakatan orang tua siswa, tidak ada unsur pemaksaan,” jelas Idris.

Terkait dana yang tersisa, Idris menyebut pihak sekolah sudah berkomitmen untuk melakukan pengembalian. Namun, orang tua siswa berharap janji tersebut tidak sekadar menjadi narasi penghalus—transparansi dan eksekusi nyata dianggap penting untuk menjaga kepercayaan publik.

“Jangan sampai tradisi pelepasan siswa berubah arah menjadi peluang bisnis terselubung atas nama kebersamaan,” kata salah satu pemerhati pendidikan lokal yang turut menyuarakan keprihatinan.

Isu ini mungkin tampak kecil. Namun ketika menyangkut integritas pengelolaan dana pendidikan di lembaga negeri, publik berhak bertanya, menilai, dan menuntut keterbukaan.

Editor: Edy Basri / Reporter: Tipoe Sultan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version