Bupati Sidrap Apresiasi Usulan Taman Nasional Latimojong, Tapi…

Sidrap, Katasulsel.com – Bupati Sidenreng Rappang, H. Syaharuddin Alrif, menerima kunjungan tim pengusul kawasan Pegunungan Latimojong sebagai Taman Nasional, Kamis (22/5/2025), di ruang kerjanya, lantai 3 Kantor Bupati Sidrap.

Tim terdiri dari perwakilan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulsel, Muhammad Idham Aliem; Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulawesi Selatan, A. Nasaruddin K; Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar, Kusnadi; serta lembaga pemerhati lingkungan Fauna dan Flora, yang diwakili Subhan Usman.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sidrap, Muhammad Yusuf, serta sejumlah lembaga pemerhati lingkungan.

Perwakilan BKSDA Sulsel, Muhammad Idham Aliem, menjelaskan bahwa usulan kawasan Taman Nasional mencakup empat kabupaten, yakni Luwu, Sidrap, Toraja, dan Enrekang, dengan total luas indikatif 84.681 hektare. 

Wilayah Sidrap sendiri mencakup 29.136,44 hektare di tujuh desa yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Pitu Riawa dan Pitu Riase.

Gunung Latimojong yang berada dalam kawasan tersebut memiliki ketinggian 3.478 mdpl dan dikenal sebagai salah satu dari Seven Summits Indonesia. Pegunungan ini bukan gunung berapi, namun kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk satwa endemik seperti anoa, tarsius, dan elang Sulawesi.

Bupati Syaharuddin menyampaikan apresiasi atas inisiatif konservasi, namun menggarisbawahi pentingnya memperhatikan dampak sosial bagi masyarakat yang telah lama bermukim dan mengelola lahan di wilayah tersebut.

“Ini adalah niat yang baik, namun saya perlu menyampaikan beberapa catatan penting terkait masyarakat kami yang tinggal di kawasan hutan di dua kecamatan, yakni Pitu Riawa dan Pitu Riase,” ujarnya.

banner 300x600

Wilayah hulu ini, papar Syaharuddin, mencakup daerah seperti tujuh desa di Sidenreng Rappang, yaitu Tana Toro, Betao Riase, Betao, Compong, Batu, Leppangeng, dan Belawae, dengan luas rencana 29.136,44 hektare.

“Sebelum rencana konservasi ini dilanjutkan, mohon untuk dikaji secara mendalam agar jangan sampai tujuan baik ini malah menimbulkan dampak sosial yang merugikan masyarakat,” pesannya.

Bupati mengatakan, usulan konservasi tersebut memang baik secara konsep. Namun, ia mengungkap bahwa dirinya sangat sering turun langsung ke desa-desa di wilayah pegunungan dan memahami betul kondisi masyarakat di sana. 

Ia bahkan menyebut sering masuk hingga ke dalam hutan. Salah satu contohnya adalah Desa Tanah Toro yang berbatasan langsung dengan wilayah Enrekang.

“Kehidupan masyarakat di sana sudah sangat terbatas, karena status lahan mereka saat ini sebagian besar adalah hutan produksi dan hutan lindung. Jadi, mereka sulit berkembang secara sosial maupun ekonomi,” tutur Syaharuddin.

Bupati menambahkan, jika wilayah tersebut nantinya ditetapkan sebagai kawasan konservasi, dikhawatirkan akan semakin mempersempit ruang hidup masyarakat dan berdampak besar terhadap kehidupan mereka. Ia mengaku telah turun langsung ke lapangan dan meminta agar masyarakat tetap diberi ruang untuk mengelola lahan.

“Kita semua sepakat pentingnya menjaga kelestarian hutan. Tapi sama pentingnya juga memperhatikan kehidupan sosial masyarakat,” ujarnya.

Ia juga berharap agar setiap kegiatan sosialisasi terkait rencana konservasi didahului dengan diskusi bersama para kepala desa. Ia menekankan pentingnya tidak hanya mengandalkan peta atau data teknis, tetapi juga turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi nyata kehidupan masyarakat.

“Saya ingin sampaikan, kalau memang konservasi ini bisa berdampingan dengan kehidupan masyarakat, kami siap mendukung. Tapi tolong diperjelas dulu semuanya. Jangan sampai niat baik ini justru menimbulkan dampak sosial yang berat,” tandas Syaharuddin.

Reporter: Harianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
banner 1920x480