Kejari Wajo Hanya Minta Audit 2022, Akar Masalah Sejak Dua Tahun Sebelumnya
WAJO — Kinerja Kejaksaan Negeri Wajo kembali menuai tanda tanya besar. Penyebabnya, permintaan audit kepada Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan terkait dugaan penyimpangan proyek murbei hanya terbatas pada kegiatan tahun anggaran 2022. Padahal, program ini telah berjalan sejak 2020 dengan kucuran dana miliaran rupiah.
Langkah Kejari Wajo tersebut terungkap dalam surat resmi dengan nomor: B-303P.4.19/Fd.1/02/2025 tertanggal 3 Februari 2025. Dalam surat itu, Kejari hanya meminta dilakukan perhitungan kerugian negara atas kegiatan pengembangan persuteraan (murbei) tahun 2022.
Hal ini memicu reaksi keras dari sejumlah pemerhati kebijakan publik yang menilai langkah itu tak menyentuh akar permasalahan.
“Kalau hanya 2022 yang diaudit, bagaimana dengan indikasi penyimpangan pada tahun-tahun sebelumnya? Program ini sudah digelontorkan sejak 2020,” tegas seorang aktivis LSM lokal yang enggan disebutkan namanya. Ia menyebut, pembatasan audit justru menutup kemungkinan terbukanya skema penyelewengan sejak awal proyek dimulai.
Hasil di lapangan juga menunjukkan bahwa proyek murbei yang dijanjikan berdampak ekonomi, hingga kini tak membuahkan hasil nyata. Banyak lahan terbengkalai, dan benang merah antara anggaran dan output proyek nyaris tak terbaca.
Saat dimintai klarifikasi, Kasi Intel Kejari Wajo, Andi Saifullah, berdalih laporan dugaan korupsi tahun 2020 dan 2021 belum masuk secara resmi ke kejaksaan. Padahal, informasi publik dan pelaporan dari berbagai desa penerima manfaat telah ramai sejak tahun lalu.
Inspektorat Provinsi Sulsel melalui surat resmi yang ditandatangani langsung oleh Inspektur, menyatakan siap melaksanakan audit sesuai permintaan, namun masih menunggu izin dari Gubernur Sulsel.
Ketua Media Online Indonesia Kabupaten Wajo, Muhammad Marsose Gala, mengungkap bahwa proses hukum proyek murbei tahun 2022 di Desa Pakkana dengan rekanan CV. ARKAM, tidak sejalan dengan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Kades Wajo Riaja, Arfa Daga, yang justru berkaitan dengan proyek tahun 2021.
Ia menyebutkan bahwa potensi kerugian negara terbesar justru bersumber dari proyek murbei yang dikerjakan CV. MASSALANGKA di tahun 2020 dan 2021, mencakup desa-desa seperti Pasaka, Wajoriaja, Bontopenno, dan Watangrumpia.
Marsose menduga penanganan kasus ini macet karena adanya upaya mengarahkan sorotan hanya pada satu titik tahun tertentu. “Ini janggal. Kasus besar dikecilkan. Yang seharusnya dibuka lebar, justru dikunci rapi,” ujarnya.
Masyarakat Wajo kini menanti langkah transparan dari Kejari. Bila tidak ada perbaikan penanganan secara menyeluruh, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dikhawatirkan akan makin runtuh.
Laporan: Marsose Gala
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan