Feature

Dari Makassar ke Lembah Ramma Malino-Gowa: Jejak Persahabatan di Tengah Hutan

Dari Makassar ke Lembah Ramma Malino-Gowa: Jejak Persahabatan di Tengah Hutan

Ardi mengajak kami untuk beristirahat di batu besar yang menghadap ke lembah. Sambil menyantap bekal, kami saling bertukar cerita.

Tentang kehidupan masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup pada alam, tentang bagaimana mereka menjaga kelestarian lingkungan, hidup seirama dengan hutan dan sungai.

Perjalanan pun kami lanjutkan. Jalur semakin menantang—tanjakan curam, bebatuan licin, dan tubuh yang mulai lelah. Tapi semangat tak surut.

Kata-kata teman-teman saya menjadi penguat:
“Teruslah maju. Pemandangan di atas akan membayar semua ini.”

Dan benar saja. Setelah berjam-jam melawan lelah, akhirnya kami tiba di puncak Lembah Ramma.

Saya terpaku. Di depan mata terbentang bentang alam yang tak bisa dilukis dengan kata. Udara dingin menyentuh kulit, tapi hati terasa hangat. Lelah? Hilang.

Semua diganti oleh pemandangan yang begitu indah, seolah surga sedang tersenyum dari kejauhan.

Kami mengabadikan momen itu dengan kamera dan juga di hati. Duduk bersama, diam, lalu tertawa kecil—karena kami tahu, kami baru saja menyentuh keajaiban.

Lembah Ramma bukan sekadar destinasi. Ia adalah pengalaman. Ia adalah pelukan alam yang akan selalu membuat siapa pun ingin kembali. (edybasri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version