Katasulsel.com

Portal berita terpercaya yang mengulas Indonesia dari jantung Sulawesi Selatan. Aktual, tajam, dan penuh makna.

Makassar

Sidang Perdana Covid-Gate Makassar, Harga Sembako Lebih Mahal, Negara Tekor Miliaran

MAKASSAR — Tujuh kursi pesakitan. Tujuh kepala tertunduk. Dan satu angka kerugian negara yang menggantung seperti palu godam: Rp5,2 miliar lebih.

Sidang perdana perkara dugaan korupsi pengadaan barang penanganan siaga darurat Covid-19 pada Dinas Sosial Kota Makassar tahun anggaran 2020 digelar Senin (26/5/2025). Di ruang Pengadilan Tipikor Makassar, jaksa dari Kejati Sulsel dan Kejari Makassar membacakan dakwaan. Isinya? Tajam. Kering. Tapi menyengat: dugaan persekongkolan dalam proyek darurat pandemi.

Nama-nama yang dibacakan seperti daftar tokoh dalam naskah drama kelam.
Mukhtar Tahir, Kadis Sosial saat itu.
Salahuddin dari PT Mulia Abadi Perkasa.
M. Arief Rachman dari CV Annisa Putri Mandiri.
Fajar Sidiq dari CV Sembilan Mart.
Ikmul Alifuddin dari CV Zizou Insan Perkasa.
Suryadi dari CV Adifa Raya Utama.
Dan Syamsul dari CV Mitra Sejati.

Mereka tidak sendiri. Tapi juga tidak bersama rakyat.
Jaksa menyebut: mereka memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau sebuah korporasi. Sambil membakar uang negara. Total yang disebut: Rp5.287.470.030,38. Jumlah itu, kata JPU, adalah selisih dari harga paket sembako yang seharusnya bisa lebih murah jika Bulog dipakai. Tapi tidak.

Paripurna? Diabaikan. Bulog? Ditinggalkan.
Padahal, DPRD Kota Makassar sudah memutuskan menggandeng Bulog. Satu paket sembako dihitung-hitung: Rp150 ribu. Tapi apa yang terjadi? Mukhtar Tahir, kata jaksa, malah menunjuk sembilan penyedia. Delapan di antaranya tidak layak. Tidak memenuhi syarat sebagai penyedia dalam kondisi darurat.

Harga jadi melambung. Negara meradang.
Nama-nama CV yang disebut, tidak asing di proyek-proyek pengadaan. Tapi kali ini, mereka tampil dalam daftar hitam pengadilan. Dakwaan menyebut, penawaran dan penagihan kepada penyedia-penyedia ini jauh lebih mahal dibandingkan penawaran Bulog.

Kasus ini muncul dari momen genting.
Saat rakyat butuh bantuan. Saat kota lumpuh. Saat waktu berhenti karena virus kecil bernama Covid-19. Justru pada titik paling kritis itulah, proyek darurat berubah jadi lahan “darurat cuan”.

JPU pun tidak main-main.
Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 18 Ayat (1) huruf b dari UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 digunakan. Pasal yang biasa digunakan untuk korupsi dengan niat jahat dan kerugian negara besar.

Soetarmi, Kasi Penkum Kejati Sulsel, menyebut dakwaan telah disusun rapi. Tak ada celah bagi pembelaan moral. Yang akan diuji di persidangan adalah: niat, kesepakatan, dan jalur uang yang menyimpang dari prosedur.

Ini baru permulaan. Tapi sudah cukup untuk menggambarkan betapa pengadaan di masa krisis bisa menjadi ladang basah. Di saat rakyat berjuang, segelintir orang justru berpesta.

Di persidangan nanti, publik menanti satu hal:
Bukan hanya siapa yang bersalah, tapi siapa yang masih punya hati nurani. (*)

Editor: Edy Basri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version