Sekolah Kandang?.. Bukan. Tapi Inilah Fakta Pelajar di Wajo Tak Jauh dari Sidrap, Ongkoe Namanya
Di pinggir waktu. Di ujung jalan Birue. Di batas samar antara Kabupaten Wajo dan Sidrap, berdiri sebuah bangunan yang membuat dada sesak dan hati mencelos.
Oleh Edy Basri
Namanya SDN 408 Ongkoe. Tapi bentuknya, (maaf), lebih mirip kandang ternak ketimbang sekolah. Lantainya tanah. Dindingnya papan lapuk. Atapnya bersyair celah.
Jika Andrea Hirata menulis Laskar Pelangi dari Belitong, maka Dusun Karame, Desa Ongkoe punya kisah serupa. Tapi lebih senyap. Lebih getir.
Anak-anak itu tetap datang. Dengan semangat yang tidak lekang oleh sengsara. Mereka duduk di bangku reyot. Belajar huruf dan angka. Di tengah debu dan aroma kayu lapuk.
Tiga ruang kelas. Tanpa keramik. Tanpa eternit. Hanya papan dan tanah. Tapi penuh mimpi. Penuh cita-cita kecil yang tak tahu bagaimana caranya tumbuh.
Ironi itu akhirnya viral. Video pendek di media sosial terdengar lebih keras dari suara toa masjid. Netizen menyebutnya: mirip kandang sapi. Dan itu… tidak berlebihan.
Lalu datanglah para petinggi, Sabtu, 19 April 2025.
Ada Plt Kadis Pendidikan Wajo, H. Alamsyah.
Ada Apriliani Nurdin dari Komisi VI DPRD.
Ada pula Korwil Belawa.
Mereka melihat sendiri: realitas lebih kelam dari narasi.

Kepala sekolah, Herman, menjelaskan pelan. Ruang kelas itu adalah kelas jauh. Sekolah induknya, katanya, sudah permanen, tapi jaraknya lebih dari satu kilometer. Jalannya rusak. Orang tua takut anak-anaknya jatuh, atau hilang di tengah semak.
Maka dibangunlah kelas darurat. Swadaya. Gotong royong. Dari kayu bekas. Dengan semangat purba. Demi anak-anak Ongkoe dan sebagian dari Sidrap.
Ya, sekolah ini memang berada di wilayah Wajo. Tapi, sebagian besar muridnya berasal dari Sidrap — karena lokasinya berbatasan langsung dengan Desa Mojong, Sidrap.
Dari alasan itulah, Bupati Sidrap, H. Syaharuddin Alrif, bahkan pernah mengunjungi sekolah ini setelah videonya viral di medsos.
Sayangnya, logika pendidikan seperti tersendat di sini.
Menurut regulasi, sebuah sekolah hanya bisa mendapat bantuan dari DAU atau DAK jika memiliki minimal 60 siswa. Sedangkan SDN 408 Ongkoe hanya memiliki 25 murid — dari kelas 1 sampai 6.
“Secara Dapodik, data induk pendidikan mereka tidak falid. Itu kendala utamanya,” kata Alamsyah.
Padahal, di balik angka dan regulasi itu, ada wajah-wajah kecil yang tetap datang. Tanpa seragam rapi. Tanpa sepatu bersih. Tapi dengan harapan sebesar langit.
Mereka ingin pintar. Ingin tahu. Ingin keluar dari kandang.
Sekolah ini bukan soal bangunan. Tapi soal keberpihakan.
Ke mana arah kompas kita hari ini? Di mana letak keadilan spasial dalam dunia pendidikan? Haruskah menunggu satu generasi hilang hanya untuk membangun satu ruang kelas?
Plt Kadis dan anggota DPRD sudah datang. Sudah melihat. Sudah mencatat. Tapi… apakah mereka akan kembali? Atau ini hanya drama kunjungan musiman demi likes dan retweet?
Dan akhirnya… ada kabar terbaru.
Sekolah darurat ini resmi ditutup.
Anak-anak dikembalikan ke Sekolah Induk — yang bangunannya sudah permanen.
Listrik mungkin belum mengalir sempurna di Ongkoe.
Tapi nalar kita…
Semoga masih menyala. (*)
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti