Feature

Kapolres Sidrap AKBP Dr Fantry Teherong: Polisi Tidak Lagi Bertugas, Tapi Melayani

Kapolres Sidrap AKBP Dr Fantry Taherong SH SIK MH

Makassar bukan cuma pusat pemerintahan di Sulawesi Selatan. Tapi juga tempat para pemimpin saling menyulam tekad.

Oleh: Edy Basri

Pagi tadi, Aula Mappaodang Polda Sulsel tak hanya berisi suara protokoler dan deru pendingin ruangan. Tapi juga dipenuhi gagasan-gagasan tajam. Tentang pelayanan publik. Tentang masa depan polisi.

Di barisan depan, duduk tegak seorang perwira dari Sidrap. Wajah tenangnya menyimpan nyala semangat. AKBP Dr. Fantry Taherong. Kapolres Sidrap.

Ia tidak datang sekadar absen. Tapi datang membawa harapan. Membawa Sidrap.

Forum Besar, Ide-Ide Tajam

Focus Group Discussion ini bukan forum biasa. Ini dapur besar. Tempat kebijakan diaduk, dibumbui kritik, lalu disajikan dalam bentuk pelayanan.

Kapolda Sulsel, Irjen Pol Rusdi Hartono, membukanya langsung. Tentu tak sendiri. Ada Wakil Ketua DPRD Sulsel Rahman Pina, Sekda Provinsi H. Jufri Rahman, Kepala Ombudsman Sulsel Ismu Iskandar, Pemerhati Kepolisian Dr. Saka Pati, dan Kapolrestabes Makassar Kombes Arya Perdana.

Tapi satu nama yang menarik perhatian, tetap: AKBP Fantry.

Di sini, Fantry tidak berbicara banyak. Tapi ketika ia angkat bicara, ruangan sejenak hening. Kalimatnya pendek. Penuh isi.

“Polisi hari ini tidak cukup hanya menegakkan hukum. Polisi harus hadir sebagai pelayan yang mengerti, bukan hanya mengatur.”

Ia bicara bukan sebagai pejabat. Tapi sebagai wajah polisi di pelosok. Di sawah. Di pasar. Di kecamatan yang kadang listrik masih putus-putus.

Fantry menyebut pelayanan bukan lagi sekadar administrasi. Tapi tentang rasa aman yang dirasakan warga. Tentang sambutan senyum di kantor polisi. Tentang tidak lagi ada jarak antara seragam coklat dan baju rakyat.

Apa yang dibawa Fantry dari Sidrap?

Ia membawa data. Membawa praktik baik. Tentang SPKT yang buka 24 jam. Tentang Bhabinkamtibmas yang jadi jembatan hati antara polisi dan petani. Tentang kecepatan layanan SIM, SKCK, dan laporan kehilangan yang sudah serba digital.

Tapi lebih dari itu, ia membawa semangat untuk berubah. Untuk melayani. Untuk merangkul.

Forum Boleh Usai, Tapi Gagasan Harus Hidup

Diskusi itu selesai. Tapi ide yang lahir di ruangan itu tak boleh berhenti di notulen.

Fantry sudah memerintahkan jajarannya untuk menjadikan hasil FGD sebagai kompas pelayanan. Di Sidrap, ia ingin ada pelayanan tanpa birokrasi berbelit. Ia ingin rakyat datang ke kantor polisi bukan karena takut, tapi karena percaya.

“Kalau polisi masih ditakuti, kita gagal jadi pelayan,” katanya.

Mappaodang telah sunyi. Kursi-kursi telah kosong. Tapi tekad Fantry belum reda. Ia kembali ke Sidrap, daerah yang dipimpin Bupati H. Syaharuddin Alrif dengan satu keyakinan: melayani adalah tugas utama polisi masa depan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version