Konro Lagi, Konro Terus: Tapi Gimana Tekanan Darah, Bro?
Sidrap, Katasulsel.com — Usai Idul Adha, aroma kuah hitam mulai memenuhi dapur-dapur warga. Iga rebus, empuk, berbalut bumbu pekat—itulah konro, primadona kuliner pasca-kurban di hampir seluruh pelosok Sulawesi Selatan.
Di Sidrap, warga menyebutnya “nasu konro”. Di Soppeng, ada tradisi tukar-tukaran konro antar rumah. Di Wajo, konro nggak lengkap kalau nggak barengan sama burasa. Enrekang malah bikin versi lebih pedas, sementara Pinrang suka menambahkan sambal mangga muda yang nyelekit. Parepare? Jangan ditanya. Konro sudah jadi semacam “sarapan besar” setelah salat Idul Adha.
Pokoknya, habis kurban… ya konro lagi, konro terus.
Tapi muncul pertanyaan serius—sambil sedotan terakhir kuah menyisakan kesan gurih di langit-langit mulut:
“Bener nggak sih, makan daging begini bikin tekanan darah naik?”
Jawabannya: tidak semudah itu, Ferguso.
Bukan dagingnya yang bikin tekanan darah melonjak. Tapi jenis daging, cara masaknya, dan seberapa banyak kita makannya. Daging merah yang berlemak dan dimasak dengan garam seabrek? Jelas berisiko. Tapi konro yang direbus lama dengan bumbu alami, tanpa tambahan garam berlebih? Masih aman, bro.
Fakta di lapangan?
Banyak ahli sepakat: yang bikin tekanan darah tinggi itu pola makan keseluruhan, bukan satu piring konro. Kalau seharian ngemil keripik, minum soda manis, dan nggak olahraga… ya jangan salahin daging.
Bahkan dalam beberapa penelitian, bumbu-bumbu konro seperti bawang putih, kayu manis, dan cengkeh justru punya efek baik untuk jantung. Tapi ya, lagi-lagi tergantung porsi.
Jadi, bolehkah makan konro?
Boleh. Tapi jangan lupa imbangi. Makan sayur. Jalan kaki keliling kampung. Kurangi garam. Dan kalau bisa, stop nambah nasi tiga kali.
Intinya: Konro bukan musuh. Tapi jangan dijadikan cinta buta. (*)
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan