Yang Dicuri Pria di Lamongan Memang Burung, Tapi Ceritanya Mencuri Hati Kita Semua
“Mas, saya cuma ingin suami saya bisa menemani saya saat melahirkan. Tapi uangnya belum ada. Dan saya takut sendirian.”
Yoyon tak bisa menahan diri. Ia langsung menulis, bukan sekadar berita, tapi ajakan. Kepada sesama jurnalis. Kepada siapa saja yang masih percaya bahwa kemanusiaan lebih penting dari sekadar hukum hitam putih.
Dan mereka datang. Donasi mulai terkumpul. Bukan hanya uang. Ada yang menyumbang sumur bor. Ada yang mengirim perlengkapan bayi. Ada pula yang bersedia jadi pendamping hukum bagi S, agar ia tak dihukum terlalu berat.
Tapi yang paling membuat Tika terharu: seorang bidan dari Babat bersedia menangani persalinannya, gratis. Bahkan siap menjemput jika tiba waktunya melahirkan.
Hari ini, S masih di tahanan. Tapi ia sudah tahu kabar itu. Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum. Tipis. Tapi jelas. Senyum yang datang bukan dari lelucon, tapi dari harapan.
Ia mungkin mencuri. Tapi ia tidak jahat. Ia hanya ayah yang takut anaknya lahir dalam dunia yang terlalu kejam.
Tuhan mungkin tidak langsung mengubah nasib. Tapi Tuhan kadang menyisipkan kisah-kisah begini, agar kita ingat: kemiskinan bukan pilihan. Dan cinta seorang suami, kadang lewat jalan yang salah, tetaplah cinta yang tulus.
Murai batu itu tidak sempat ia ambil. Tapi kisahnya, telah terbang tinggi. Membuat kita menunduk. Lalu bertanya dalam hati: “Sudah seberapa jauh kita lupa jadi manusia?”

π’ Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
π Klik di sini & tekan Ikuti