Tak Main-Main, Jufri Rahman Pimpin Langsung Wawancara Calon Sekda Sidrap
Hari itu bukan hari biasa. Rabu, 11 Juni 2025. Di lantai pertemuan Hotel Hyatt Place, Makassar—bukan rapat, bukan seminar. Tapi sebuah forum seleksi.
Oleh: Harianto, Makassar
Tempat itu, boleh dikata ruang yang menyaring bukan hanya kepintaran, tapi juga kepatutan.
Di hadapan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Jufri Rahman, empat nama menghadap satu per satu.
Masing-masing membawa visi, karakter, dan beban tanggung jawab yang tak ringan: menjadi Sekda Sidrap.
Jabatan ini bukan jabatan biasa. Ia jantungnya mesin birokrasi. Pusat gravitasi koordinasi lintas perangkat daerah.
Posisi yang tak boleh hanya diisi oleh yang cakap administratif, tapi juga yang tajam manajerial, peka sosial, dan tahan guncangan politik.
Itulah sebabnya tes ini bukan sekadar formalitas. Ia adalah assessment of leadership potential—menilai daya kendali dalam pusaran sistem pemerintahan yang kompleks dan dinamis.
Andi Rahmat Saleh datang dengan napas panjang pembangunan. Sebagai Staf Ahli, ia bicara dalam pola pikir spasial dan makro.

Pembangunan baginya bukan sekadar proyek fisik, tapi tata ruang kepemimpinan. Ia menjelaskan intersectoral linkage—bagaimana program OPD harus terjalin, bukan jalan sendiri-sendiri.
Ia berbicara dengan presisi seorang perancang, menyusun Sidrap masa depan layaknya arsitek membangun kota.
Muhammad Iqbal masuk dengan sikap dingin tapi bersahaja. Tak banyak metafora, tapi gagasannya langsung ke jantung persoalan.
Ia bicara service delivery improvement, interagency alignment, dan policy coherence. Sebagai Asisten Pemerintahan dan Kesra, ia paham betul denyut urat pelayanan publik.
Ia ingin birokrasi tak lagi lambat karena egosektoral. Tapi gesit karena kolaborasi.
Nasruddin Waris tampil seperti guru besar birokrasi. Satu-satu ia kupas tantangan manajemen ASN, belanja pegawai, hingga digital transformation dalam layanan administrasi.
Ia bicara debottlenecking—memetakan simpul yang macet, dan menyusun ulang jalur pelayanannya.
Wawasan normatifnya kuat, tapi tidak mengawang. Ia konkret, realistis, dan penuh presisi teknokratik.
Muhammad Rohady Ramadhan membawa aroma lapangan. Kepala Dinas yang kenyang turun ke bawah.
Ia bicara cepat, tajam, dan berbasis data. Sorot matanya membawa keberanian. Ia menyinggung local economic empowerment dan transformasi UMKM digital. Bagi Rohady, Sekda tak cukup jadi penghubung.
Harus jadi motor, navigator perubahan. Ia meyakini, birokrasi harus punya semangat seperti dunia usaha: adaptif dan berani mengambil risiko.
Jufri Rahman, yang memimpin langsung wawancara, tak sekadar menilai jawaban. Ia membaca karakter.
Ia menimbang bobot. Ia mencatat visi. Dalam diamnya, tersimpan pengalaman panjang di dunia birokrasi. Ia tahu mana yang bicara karena hafal, dan mana yang bicara karena paham.
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti