Tangis Ibu I Pecah di Rijang Pittu-Sidrap, Rumah Reyotnya Kini Berdiri Lagi
Sidrap, Katasulsel.com — Di sebuah sudut Kelurahan Rijang Pittu, Kecamatan Maritengngae, berdiri rumah yang kini tak lagi beratapkan langit dan berlantaikan tanah.
Di sanalah perempuan paruh baya yang kami sebut saja Ibu I, menatap pagi dengan mata berkaca-kaca.
Tangannya masih gemetar, belum percaya. Rumahnya—yang dulu nyaris rubuh—kini berdiri kembali. Lebih dari layak. Lebih dari cukup.
“Dulu kalau hujan, saya hanya bisa duduk memeluk anak, sambil menunggu atap bocor tak berhenti, bisiknya lirih. Tak ada dendang sedih kali ini. Hanya senyum yang sembunyikan sisa-sisa luka masa lalu,”
Rumah itu dibangun kembali bukan oleh arsitek mahal. Tapi oleh tangan-tangan berbaju cokelat. Polisi-anak buah AKBP Dr. Fantry Taherong.
Ya, dalam rangka Hari Bhayangkara ke-79 tahun ini, Polres Sidrap memang menggagas beberapa program kemanusiaan, salah satunya redah rumah. Sebuah langkah nyata. Bukan seremonial. Bukan basa-basi.
Kapolres Sidrap, AKBP Dr Fantry Taherong, melalui Kabag SDM KOMPOL Nurdin, menyebutkan bahwa program ini adalah bagian dari rangkaian bakti sosial menuju 1 Juli 2025, Hari Bhayangkara.
“Kami ingin Polri hadir bukan hanya saat masyarakat butuh rasa aman. Tapi juga saat mereka butuh harapan,” ungkap KOMPOL Nurdin, Senin, 16 Juni 2025.
Rumah Ibu I dipilih karena memang nyaris roboh. Tiangnya keropos, dindingnya nyaris tak mampu berdiri. Air hujan lebih sering masuk daripada tertahan.
Dengan menggandeng pemerintah setempat dan tokoh masyarakat, proses bedah rumah berlangsung dalam semangat gotong royong. Tangan polisi bercampur tangan tukang, masyarakat, dan aparat kelurahan.
Bagi Ibu I, ini bukan sekadar program. Tapi mukjizat kecil yang datang tepat saat ia nyaris menyerah.
“Dulu saya kira tidak akan pernah bisa membangun rumah ini kembali. Tapi ternyata Allah kirimkan saya polisi,” ucapnya pelan, menyeka sudut mata.
Tak hanya itu. Dalam rangka yang sama, Polres Sidrap juga menggelar bakti kesehatan, donor darah, pembagian sembako, serta bantuan bagi purnawirawan dan warakauri.
Semua dilakukan dalam diam. Tanpa gembar-gembor. Tanpa kamera berlebihan.
Dan di tengah deretan statistik dan berita hitam tentang institusi penegak hukum, masih ada cerita seperti ini: polisi yang tak hanya bisa mengangkat tangan untuk menghentikan lalu lintas, tapi juga untuk mengangkat semen, memaku papan, dan mengangkat martabat.
Hari Bhayangkara bukan hanya milik institusi. Tapi juga milik Ibu I, dan warga lain yang hari ini bisa berkata: “Saya tidak lagi takut hujan.”
Karena hari ini, yang dibangun bukan sekadar rumah.
Tapi harapan. (*)
Editor: Edy Basri / Reporter: Harianto
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan