Bangga Jadi Anak Sidrap
Saya?
Yang menulis dari ruang kecil di Sidrap?
Ternyata bisa juga bersaing dan duduk di antara jenderal-jenderal TNI
di Aula Mabesad, Jakarta.
Saya sadar,
menulis itu bukan sekadar menyusun kalimat.
Tapi menyusun makna.
Dan ketika makna itu menyentuh,
di situlah jurnalistik berubah menjadi public education.
Saya bangga,
karena berita dari daerah bisa menyentuh juri-juri nasional.
Bahwa Sidrap pun punya cerita.
Punya daya.
Namun, di antara semua pencapaian,
saya selalu pulang pada keluarga.
Kebanggaan ketiga saya justru datang dari rumah.
Poufy Annisa Silu, anak sulung saya.
Telah menyelesaikan studi S.1 Ilmu Komunikasi.
Ini bukan hanya tentang ijazah, atau hanya S.1.
Tapi tentang proses intergenerasionalβ
bagaimana satu generasi berhasil menyelesaikan fase akademiknya,
dan siap menghadapi dunia nyata.
Sebagai ayah yang hanya seorang jurnalis,
saya diam-diam menangis waktu itu.
Bukan karena sedih.
Tapi karena bangga bercampur lega.
Lalu, ada satu gelar yang tak bisa dibeli:
Wartawan Utama.

Tahun 2018, saya menyandangnya.
Dari Dewan Pers, lembaga resmi negara.
Dan hingga Juni 2025,
saya masih satu-satunya jurnalis di Kabupaten Sidrap
yang memegang gelar tersebut.
Dan yang bikin saya bangga sendiri,
saya lulus dan seangkatan dengan Pimpinan Redaksi saya kala itu. Pak Arsyad Hakim namanya
Saya sadar, ini pencapaian. Tak mudah.
Apalagi, hanya seorang anak buah, reporter di daerah-di Sidrap.
Apakah itu penting?
Sangat.
Dalam terminologi jurnalisme profesional,
tingkatan UKW adalah bentuk verifikasi etik dan kompetensi.
Bukan formalitas.
Tapi legitimation of trustβpengesahan kepercayaan publik.
Bersambung…
π’ Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
π Klik di sini & tekan Ikuti