Logo Katasulsel
๐Ÿ”Š Klik untuk dengar suara
Logo Overlay
๐Ÿ”ด Tiga Tahun Cinta Hancur dalam Sehari, Dia Kabur Patah Hati, Lalu Sang CEO Muncul ๐Ÿ”ด Kat-Tv dan Katasulsel.com Membutuhkan Jurnalis, Silakan Hubungi 082348981986 (Whatsapp) ๐Ÿ”ด

FEATURE | Petani, Panglima, dan Pj Sekda Barru: Sinergi Sunyi Menjaga Pangan Negeri

Abu Bakar, Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten atau (Pj. Sekda) Barru

โ€œPemkab sangat selektif dalam menerbitkan izin alih fungsi lahan. Kami tidak ingin tergelincir pada jebakan spatial commodification, di mana tanah hanya dilihat sebagai objek ekonomi, bukan ruang kehidupan,โ€ ujar Abu Bakar.

Kalimat itu menggambarkan bahwa di tengah tekanan pertumbuhan ekonomi dan tuntutan pembangunan infrastruktur, Barru memilih bertahan pada garis etis pembangunan.

Sebuah pilihan yang dalam istilah ekonomi disebut sebagai ecological constraint approachโ€”yakni kebijakan pembangunan yang mempertimbangkan daya dukung dan keberlanjutan ekosistem agraria.

Tapi Abu Bakar tidak berhenti pada struktur makro. Ia masuk ke jantung masalah: harga gabah. Ia menyambut baik kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan harga dasar gabah minimal Rp6.500 per kilogram.

Baginya, ini bukan sekadar intervensi harga, tapi bentuk price justiceโ€”keadilan harga yang bisa menjaga moral economy petani.

โ€œSebagai anak petani, saya tahu betul arti dari harga yang berpihak. Ia menghidupkan kembali semangat, bahkan harapan,โ€ ucapnya.

Suaranya sedikit bergetar, bukan karena lelah, tapi karena kenangan masa kecil yang barangkali tumbuh dari suara lesung dan aroma gabah basah.

Tak hanya soal harga dan lahan, Abu Bakar juga menyinggung soal akurasi data tanam. Ia menyebut bahwa disiplin pelaporan sebelum pukul 16.00 setiap hari sangat krusial.

banner 300x600

โ€œKita tidak bisa berbicara program besar tanpa didukung oleh reliable data structure. Pelaporan real-time adalah fondasi dari evidence-based agriculture policy,โ€ katanya.

Pernyataan itu menyentil persoalan klasik birokrasi agraria: inkonsistensi data. Abu Bakar memahami bahwa policy coherence antara data lapangan dan pengambilan keputusan di pusat hanya bisa terjadi jika setiap petugas, dari Babinsa hingga penyuluh, berada pada satu garis integritas.

Dialog yang mengalir setelah sambutan berlangsung hangat. Para penyuluh, Babinsa, hingga stakeholder dunia usaha menyuarakan fakta lapangan, membuka ruang deliberatif yang mencerminkan semangat participatory governance.

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup