Klik tombol di bawah untuk menonton melalui situs resmi Kat TV.
▶ Tonton Kat TVatau buka: https://katasulsel.com/nonton-kat-tv/
Jakarta, katasulsel.com — Langit Iran bergemuruh di malam yang belum selesai. Bukan oleh badai gurun, tapi oleh dentuman bom yang dijatuhkan dari langit — presisi, diam-diam, mematikan. Amerika Serikat resmi menandai awal dari konfrontasi terbuka dengan Iran. Target: jantung teknologi nuklir Republik Islam.
Tiga nama kini terpatri dalam catatan sejarah geopolitik: Fordow, Natanz, dan Isfahan — fasilitas nuklir utama Iran yang disebut-sebut telah dihantam langsung oleh rudal Tomahawk dan bom bunker-buster dari pesawat siluman B-2.
Pernyataan kemenangan langsung diumumkan oleh Presiden Donald Trump. Dengan gaya khasnya, ia menyebut misi itu sebagai “sukses spektakuler”, mengklaim seluruh target telah “dihancurkan secara total”. Pesawat kembali tanpa luka. Dunia tidak.
Namun, di sisi lain perbatasan, suara yang berbeda terdengar. Media resmi Iran, IRNA, membantah adanya kehancuran fatal. Mereka menyebut bahwa fasilitas tersebut telah dievakuasi sebelumnya, dan hingga kini “tidak ada indikasi kebocoran radiasi”. Sinyal diplomatik disampaikan dengan tenang — namun Teheran belum mengucapkan kata terakhirnya.
Apa yang terjadi bukan sekadar pengeboman. Ini adalah perubahan peta strategi global. Ketika Israel membuka gelombang serangan awal pekan lalu lewat “Operation Rising Lion”, dunia masih menyebutnya sebagai tekanan. Tapi ketika Washington ikut terjun, istilahnya berubah: ini intervensi langsung. Ini adalah pesan kepada dunia bahwa Iran tidak bisa dibiarkan “bermain-main dengan nuklir”.
Lalu siapa yang diuntungkan? Siapa yang bersiap membalas?
Dukungan dari sekutu AS datang cepat. Inggris menyebut serangan ini “diperlukan”. Israel menyambutnya sebagai “momen sejarah”. Tapi dunia tidak hanya punya sekutu-sekutu itu. Di jalur diplomatik, PBB, IAEA, dan para pemimpin negara-negara nonblok menyerukan satu kata yang kini terdengar seperti bisikan: de-eskalasi.
Iran memang belum membalas. Tapi semua tahu Iran tidak hanya punya rudal. Mereka punya jaringan. Mereka punya proksi. Mereka punya opsi: dari Hizbullah, Houthi, hingga kemungkinan blokade di Selat Hormuz yang bisa mengguncang pasar energi global dalam hitungan jam.
Dalam sejarah hubungan internasional, satu peluru bisa menyalakan perang. Tapi satu dentuman yang menghantam fasilitas nuklir bisa mengguncang tatanan dunia. Amerika Serikat baru saja menarik pelatuk itu.
Dan dunia kini menunggu—bukan apa yang dikatakan Trump atau disangkal Iran. Tapi siapa yang akan menyalakan ledakan berikutnya.
Editor: Harianto
Tidak ada komentar