Selain Hebat di Udara, Indonesia Juga Bertaring di Laut
Jakarta, katasulsel.com — Laut tidak lagi sunyi. Ia bergemuruh. Dan dari balik gelombang, Indonesia menyembunyikan sesuatu yang tak terlihat mata—taring logam, radar tajam, dan rudal yang siap menyambar.
Indonesia bukan lagi negara yang sekadar berdiri di pinggir laut dan menonton. Kini, Republik ini menjaga perairannya dengan cara baru: siaga total, ofensif kalau perlu, dan mematikan bila dilanggar.
Data dari Global Firepower 2024 menyebut Indonesia sebagai kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, dan peringkat ke-13 dunia secara keseluruhan. Di laut, lebih dari 130 kapal perang aktif menjaga setiap milimeter laut Indonesia—dari Selat Malaka, Laut Jawa, hingga Laut Natuna Utara yang sering dicoba-coba oleh kapal asing.
Tak ada ampun bagi pelanggar.
KRI I Gusti Ngurah Rai (332) dan KRI Raden Eddy Martadinata (331) adalah dua frigat siluman kelas SIGMA 10514, dipersenjatai rudal MM40 Exocet Block III buatan Prancis, torpedo A244S Italia, dan sistem kendali tempur Thales TACTICOS dari Belanda. Sekali terkunci, sasarannya akan dihancurkan sebelum sempat balik arah.
Di bawah laut, tiga unit kapal selam kelas Nagapasa (DSMEsub-1400) menyelinap tanpa suara. Salah satunya, KRI Alugoro (405), adalah kapal selam pertama yang dirakit langsung oleh putra-putri Indonesia di PT PAL Surabaya, hasil transfer teknologi dari Korea Selatan. Ia bisa berdiam di kedalaman selama berminggu-minggu—menunggu, membidik, lalu menenggelamkan.
Kekuatan ini bukan isapan jempol. Dalam insiden Laut Natuna 2020, Indonesia mengirim armada fregat dan KRI cepat rudal langsung ke lokasi pelanggaran. Tak hanya itu, sistem UAV maritim dan radar Over-the-Horizon terus menjejaki kapal asing yang masuk tanpa izin.
KRI Bung Tomo, KRI John Lie, dan KRI Usman Harun adalah fregat kelas korvet berat, yang dilengkapi kanon OTO Melara 76mm dan peluncur rudal antipesawat Mistral. Mereka sudah beberapa kali mengawal operasi tempur di kawasan rawan.
Dan itu baru permukaan.
Indonesia juga mengandalkan Kapal Cepat Rudal (KCR) seperti KRI Sampari dan KRI Halasan—yang bisa menyergap dalam waktu 6 menit dari posisi diam, mengunci sasaran, dan menembakkan rudal C-705 buatan Indonesia-Cina. Dalam radius 140 km, tak ada kapal yang bisa lolos jika masuk zona merah.
Jangan kira kita hanya menjaga. Indonesia bisa menyerang balik jika diganggu. Sistem kendali tempur terintegrasi antara TNI AL dan Bakamla, serta latihan gabungan yang dilakukan setiap tahun—menyiapkan skenario tempur yang realistis. Termasuk bila terjadi invasi laut besar-besaran.
Laut adalah jantung. Dan Indonesia sudah menanamkan jantung itu dengan baja, sonar, dan rudal.
Presiden, Menhan, dan TNI AL tidak main-main. Rencana strategis Renstra 2020–2024 menetapkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dan kekuatan laut menjadi instrumen utama diplomasi keras (hard diplomacy).
Sumber data: Kementerian Pertahanan RI, Global Firepower 2024, Jane’s Defence Weekly, PT PAL Indonesia, Laporan Resmi TNI AL 2025
Indonesia tidak mengancam. Tapi memberi pesan yang jelas:
Langgar batas kami—maka kalian tidak akan kembali dalam satu potong.
(*)
Editor: Edy Basri
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan