Diciduk di Rumah Megah di Makassar, Buron 10 Miliar Asal Nabire Papua Tak Berkutik
Makassar, katasulsel.com — Makassar masih gelap. Jam belum menunjuk pukul tiga. Tapi di salah satu sudut elit kota ini, di sebuah rumah megah berlantai dua di Jalan Teratai No. 09, Matoangin, suasana mendadak berubah.
Tembok putih yang biasanya hanya mendengar dengkuran pemiliknya, malam itu bergetar oleh langkah-langkah pelan tapi pasti. Langkah hukum. Langkah keadilan.
Di balik gerbang besi yang terkunci rapat, seorang pria paruh baya masih terjaga. Tak banyak yang tahu apa yang ia pikirkan.
Tapi bagi Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Tinggi Sulsel, malam itu adalah akhir dari pelarian panjang bernama H. Muh. Nasri—47 tahun, Direktur PT Planet Beckam, dan terpidana kasus korupsi proyek bendung dan irigasi di Kabupaten Nabire, Papua.
Penangkapan ini bukan mendadak. Sudah sejak beberapa hari sebelumnya tim mengendus pergerakan Nasri. Rumah megah yang ia tempati bukan rumahnya sendiri. Disewa. Tertutup. Sepi. Tapi informasi tak bisa ditutup rapat. Gerak-geriknya terekam.
Tim dari Kejati Sulsel, AMC Kejagung, dan Pidsus Kejari Nabire akhirnya menyusun satu malam yang senyap namun menentukan.
Pukul 02.45 WITA, Kamis, 3 Juli 2025. Lima kendaraan berhenti tanpa suara. Lampu-lampu sengaja diredam. Petugas mengenakan pakaian gelap. Mereka tidak mengetuk pintu. Mereka mengetuk takdir.
Tak butuh waktu lama untuk masuk. Seseorang di dalam rumah, entah pembantu atau penjaga, membuka pintu setelah mendengar kode sandi. Di ruang tamu yang dingin, duduklah sosok yang selama ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Wajahnya lelah. Tapi ia tak terkejut. Seolah tahu, malam itu akan datang juga.
“Saya tahu ini akan terjadi, Pak. Tapi boleh saya kemasi pakaian dulu?”
Begitu kata Nasri, pelan, kepada petugas yang berdiri di hadapannya.
Suasana hening sejenak. Seorang jaksa eksekutor mengangguk.
Dengan langkah pelan, Nasri masuk ke kamar. Ia tak membawa koper besar, hanya satu tas ransel berisi pakaian dan beberapa dokumen. Tak ada drama. Tak ada isak tangis keluarga. Ia keluar, menyerahkan dirinya.
Beberapa menit kemudian, ia digiring ke mobil. Masih dengan jaket tipis yang ia kenakan sejak sore. Kepalanya sedikit menunduk. Tapi bukan karena malu. Mungkin karena lelah. Atau pasrah. Ia tahu, cerita pelariannya tamat sudah.
Mobil melaju perlahan menuju Kejaksaan Tinggi Sulsel. Di dalamnya, seorang terpidana duduk diapit dua petugas. Sunyi. Tapi di balik sunyi itu, hukum sedang mencatat satu kemenangan.
Muh. Nasri, dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung melalui putusan Nomor: 3765 K/Pid.Sus/2024 tanggal 16 Agustus 2024. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, berulang kali. Kasusnya menyeret anggaran DAK Penugasan 2018 untuk proyek bendung dan irigasi di Topo Jaya, Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire.
Kerugian negara lebih dari Rp10 miliar. Tepatnya Rp10.266.986.500,55.
Dalam kasus itu, ia tak sendirian. Ia disebut bekerja sama dengan Muh Amir Nurdin, Direktur CV Dammar Jaya. Lewat skema licik, mereka memenangkan lelang proyek dengan cara-cara di luar prosedur. Proyek berjalan, tapi tidak sebagaimana mestinya. Negara merugi. Rakyat pun dirampok haknya.
Mahkamah menjatuhkan vonis: delapan tahun penjara, denda Rp300 juta, dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp10.076.986.500,55. Bila tidak dibayar dalam sebulan setelah putusan inkrah, maka hartanya akan disita dan dilelang. Jika tidak cukup? Nasri akan menjalani tambahan hukuman lima tahun penjara.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, menyebut penangkapan ini sebagai bentuk nyata komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
“Prosesnya berjalan lancar, karena terpidana kooperatif,” ucapnya.
Sementara Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim, menyampaikan apresiasi kepada seluruh tim yang bekerja dalam diam namun efektif. Ia menegaskan bahwa semua buronan akan dikejar sampai ke ujung negeri.
“Tak ada tempat yang aman bagi mereka. Lebih baik menyerahkan diri. Karena hukum akan datang, cepat atau lambat,” tegasnya.
Dan malam itu, hukum datang ke sebuah rumah megah. Menjemput satu nama yang selama ini hanya hidup dalam data. Kini, tak ada lagi ruang bersembunyi. Tak ada lagi kalimat “masih dalam pengejaran”.
Yang tersisa hanya fakta:
H. Muh. Nasri, buronan negara, akhirnya pulang. Bukan ke rumah. Tapi ke sel. Tempat semua cerita ini bermuara.
Editor: Edy Basri
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan