Katasulsel.com

Portal berita terpercaya yang mengulas Indonesia dari jantung Sulawesi Selatan. Aktual, tajam, dan penuh makna.

Feature

Pembicara di Sidrap, AJS: Dulu Saya Miskin dan Penggembala Kambing

Namanya Agus Joko Susilo. Tapi ia lebih dikenal dengan tiga huruf: AJS.

Oleh: Edy Basri

Sabtu siang 6 Juli 2025 itu, di kolong rumah panggung (Villa) milik H. Zulkifli Zain di Baranti, Sidrap—
suara AJS terdengar tenang tapi menghujam.

Ia tidak sedang ceramah. Ia sedang bersaksi.

Tampil bicara panel dengan seorang pakar agrobinsis nasional Luthfi Halide, AJS memulai meterinya;

Dulu saya ini penggembala kambing, katanya.
Bukan kambing sendiri. Tapi milik orang.

Ratusan petani dari 24 kabupaten/kota terdiam.
Bukan karena tak mengerti. Tapi karena merasa mengerti.

Yang berbicara itu bukan tokoh seminar.
Bukan profesor pertanian.
Tapi seseorang yang tumbuh dari lumpur yang sama.

AJS datang dari Kediri, Jawa Timur.
Datang bukan untuk menggurui,
tapi untuk membagikan apa yang telah tumbuh dari tanah dan air matanya sendiri.

Ia bercerita.
Bahwa dulu, hanya sempat sekolah di STM. Tidak bisa kuliah.
Karena uang sekolah lebih mahal dari harapan.
Karena lahir dari keluarga petani kecil.
Karena sejak kecil harus membantu menggembala kambing.

Tapi hari itu, hatinya tidak lagi kecil.
Ia datang sebagai seorang petani besar—besar dalam karya, besar dalam dampak.

Ia kini punya 74 varietas alpukat yang dipatenkan.
Ia panen berton-ton setiap Sabtu dan Minggu.
Dari kebunnya sendiri. Dari tanah yang dulu dianggap biasa.

Selain menjual hasil panen,
pundi-pundinya juga tumbuh dari penjualan bibit alpukat dan kelengkeng.
Dan ilmunya kini dicari.
Kebunnya sering jadi tujuan studi mahasiswa.
Karena yang tumbuh di sana bukan cuma pohon. Tapi jalan hidup.

Di Sidrap, ia tidak sedang bicara soal pupuk.
Ia sedang bicara soal niat.
Bahwa bertani bukan soal modal. Tapi soal mau.
Mau menanam. Mau sabar. Mau gagal.

Dan dari kolong rumah panggung di Baranti itu,
AJS menanam sesuatu yang tidak bisa dibeli:
keyakinan bahwa siapa pun bisa mulai dari bawah.

Karena ia pun memulainya dari bawah.
Dari kandang kambing.
Dari kebun kecil.
Dari ketekunan.

Hari itu, AJS tidak memanen buah.
Ia memanen simpati.
Dan di banyak hati peserta, tumbuh tunas baru bernama semangat.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version