Kejari Sidrap Terima Tahap II Kasus Pornografi Anak dari Bareskrim
Sidrap, katasulsel.com — Arah hukum kembali ditarik tegas oleh Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang. Kali ini menyangkut perkara siber yang menyentuh ranah victimology paling sensitif: anak di bawah umur sebagai objek eksploitasi seksual.
Pada Selasa, 8 Juli 2024, Kejari Sidrap resmi menerima pelimpahan tersangka berinisial F beserta barang bukti dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Proses ini dikenal sebagai tahap II dalam terminologi hukum pidana, yang menandai beralihnya kendali perkara dari penyidikan ke tahap penuntutan.
Tersangka F diduga kuat terlibat dalam produksi dan distribusi konten pornografi anak melalui medium digital. Modus operandi pelaku terbilang sistematis dan berjenjang—ia menyusun “paket konten” sesuai permintaan, memasarkan melalui akun Twitter, dan menyebarkan melalui kanal Telegram privat yang dikelolanya secara langsung.
Saluran Telegram itu, menurut hasil penyidikan, memiliki ratusan anggota aktif. Dari praktik kejahatan ini, F diduga mengantongi keuntungan finansial antara Rp5 juta hingga Rp10 juta. Tidak sekadar kejahatan seksual, perbuatan ini memenuhi unsur cyber-enabled crime yang berbasis pada eksploitasi komersial terhadap anak, melanggar prinsip perlindungan khusus sebagaimana diatur dalam child protection law nasional maupun konvensi internasional.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Sidrap, Muslimin Lagalung, S.H., menegaskan komitmen lembaganya dalam menindaklanjuti kasus ini.
“Kami memastikan bahwa proses penuntutan akan dilakukan secara profesional, akuntabel, dan berbasis due process of law. Ini perkara yang menyentuh ranah etik dan moral publik. Tidak bisa ditangani dengan biasa-biasa saja,” ujarnya kepada media.
Saat ini, tersangka F telah dititipkan di Rumah Tahanan Negara Klas IIB Sidrap, sambil menunggu proses persidangan yang akan digelar dalam waktu dekat.
Dari sisi yuridis, F dijerat dengan Pasal 29 juncto Pasal 4 Ayat (1) huruf D Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, atau Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU ITE. Kedua undang-undang tersebut dikenal dalam khazanah hukum pidana sebagai bagian dari special criminal law—aturan khusus yang mengatur perbuatan kejahatan dengan dimensi sosiokultural dan teknologis tinggi.

Dakwaan ini bersifat kumulatif alternatif, artinya jaksa dapat memilih untuk menuntut berdasarkan salah satu pasal, atau menggabungkannya bila terpenuhi semua unsur.
Kasus ini menjadi preseden penting. Bukan hanya soal hukum dan teknologi, tapi juga soal bagaimana negara hadir melindungi anak-anak dari wajah kelam ruang digital.(*)
Editor: Edy Basri/Reporter: Tipue Sultan