Kuala Terengganu — Sebuah langkah signifikan dalam diplomasi akademik dan konservasi lingkungan diambil hari ini ketika Institut Penyelidikan Alam Sekitar Pantai Timur (ESERI) Universitas Sultan Zainal Abidin (UniSZA), Malaysia, menyelenggarakan diskusi kolaboratif strategis bersama Institut Agama Islam (IAI) Rawa Aopa Konawe Selatan, Indonesia.
Sesi yang berlangsung secara hybrid, Rabu, 16 Juli 2025 ini, menandai awal dari sinergi riset internasional, dengan fokus pada keanekaragaman hayati dan ketahanan lingkungan, dua isu krusial dalam lanskap ilmu lingkungan kontemporer.
Forum ini dihadiri oleh kalangan civitas akademika dari berbagai institusi, termasuk STIT Sunan Giri Bima dan tuan rumah ESERI UniSZA. Secara daring, hadir pula Dr. H. Maslim Halimin, Ketua Umum APTIKIS sekaligus Ketua STIT DDI Pasang Kayu. Kehadiran tokoh-tokoh ini menandai keseriusan dan kedalaman potensi kerja sama lintas negara di bidang akademik dan riset ilmiah.
Diskusi menyoroti sejumlah rencana kerja sama konkret, antara lain:
Direktur ESERI memaparkan peta riset institusional, termasuk bidang prioritas seperti falak (astronomi Islam), perubahan iklim lokal, dan dinamika antropogenik terhadap ekosistem pesisir. Ia juga menguraikan proyek-proyek terkini yang dikerjakan oleh mahasiswa magister dan doktor, termasuk studi kuantitatif berbasis data longitudinal serta pemodelan ekologi spasial melalui GIS dan remote sensing.
Sorotan khusus diberikan pada Maros, sebuah wilayah di Sulawesi Selatan, Indonesia, yang dikenal karena bentang alam karst dan keanekaragaman hayati endemik. Dalam konteks geologi tropis, kawasan ini dianggap sebagai hotspot biodiversitas dan sangat potensial untuk riset kolaboratif yang mengintegrasikan pendekatan bioekologi, etnobiologi, serta kajian konservasi partisipatif berbasis masyarakat lokal.
Tidak ada komentar