Pilar 2 – Bhinneka Tunggal Ika: Menghargai keberagaman lebih dari 1.300 suku, 700 bahasa, dan 17.000 pulau, serta 6 agama yang diakui, sebagai kekuatan pemersatu.
Pilar 3 – Pancasila: Menekankan nilai-nilai Kerakyatan (menyelesaikan masalah lewat diskusi), Persatuan (memberi ruang yang sama bagi semua siswa), Keadilan (tidak pilih kasih), Kemanusiaan (menghormati dan empati), serta Ketuhanan (toleransi antarumat beragama).
Pilar 4 – UUD 1945 NRI: Memahami tujuan negara Indonesia dalam melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk melalui program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Selain itu, penyuluhan juga secara khusus membahas isu kekerasan dan perundungan di sekolah. Soetarmi menjelaskan berbagai bentuk kekerasan (fisik, psikis, seksual, siber) dan sanksi hukumnya, termasuk Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 170 KUHP (pengeroyokan), Pasal 310 KUHP (menghina/mengejek), Pasal 281 KUHP (pelecehan), hingga Pasal 28 UU ITE (menyebar hoax).
Kasipenkum Kejati Sulsel juga memaparkan mengapa kekerasan di sekolah bisa terjadi, seperti anggapan “normal” atau “cuma bercanda”, pelaku merasa tidak mendapat sanksi, korban takut bicara, dan kurangnya empati antar siswa.
“Empat Pilar bukan sekadar hafalan. Ia adalah jalan bagi jaksa, guru, dan siswa untuk membela kebenaran, menjaga persatuan, dan hidup saling menghormati,” tegas Soetarmi.
Melalui program JMS ini, Kejati Sulsel berkomitmen untuk terus memberikan pemahaman hukum sejak dini kepada generasi muda, membentuk karakter siswa yang berintegritas, toleran, dan bertanggung jawab, demi terciptanya lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan.
Editor: Tipoe S
Tidak ada komentar