Makassar, Katasulsel.com – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek jalan Sabbang-Tallang di Kabupaten Luwu Utara kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Makassar pada Selasa (29/7/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel menghadirkan dua saksi ahli krusial, masing-masing dari Kementerian Keuangan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk memberikan keterangan yang diharapkan dapat menguak lebih dalam praktik korupsi dalam proyek tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Soetarmi, menjelaskan bahwa kedua saksi ahli yang dihadirkan adalah Fahrurrazi, Ahli Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari LKPP, dan Syakran Rudy, Ahli Pengelolaan Keuangan Negara dari Kementerian Keuangan.
“Keterangan mereka sangat vital dalam memperjelas modus operandi serta besaran kerugian negara yang memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) Sub. Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana,” kata Soetarmi.
Kasus ini telah menyeret sembilan terdakwa, termasuk Eks Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa Sulsel, Sari Pudjiastuti, Ir. H. Aksan Hi Ahmad Sofyan (PPK), Joko Pribatin (PPTK), Marlin Sianturi (Direktur PT. Aiwondeni Permai), Ong Onggianto Andres (Pimpinan Cabang PT. Aiwondeni Permai), Baharuddin Januddin (General Superintendent (GS) PT. Aiwondeni Permai), Erfan Djulani (Pemodal/Pelaksana) Darmono (Pemodal/Pelaksana) dan H. Andi Rilman Abdullah, (Pemodal/Pelaksana).
Proyek pembangunan ruas Jalan Sabbang-Tallang sepanjang 18 KM ini, yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020, memiliki nilai kontrak fantastis, mencapai Rp55.671.443.800,00.
Namun, disinyalir telah menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit, ditaksir mencapai Rp7,45 miliar.
Ahli Pengelolaan Keuangan Negara, Syakran Rudy dari Kementerian Keuangan, dalam keterangannya menyimpulkan adanya indikasi kuat tindak pidana korupsi dalam pengelolaan proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD Sulsel tahun 2020 tersebut. Keterangan ini menjadi landasan kuat bagi JPU dalam membuktikan unsur kerugian negara.
Secara spesifik terkait proyek jalan Sabbang-Tallang, Syakran Rudy menjelaskan bahwa kerugian negara terjadi karena adanya kekurangan uang atau barang yang nyata dan pasti jumlahnya. Hal ini dipicu oleh tidak dilakukannya pengujian kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih, sebuah prosedur vital dalam memastikan legitimasi pembayaran.
“Ini berakibat pada tidak didapatnya daya manfaat sepenuhnya atas pekerjaan ruas Jalan Sabbang-Tallang, sebagaimana tujuan kegiatan tersebut dialokasikan dalam APBD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020. Kekurangan pekerjaan ini, serta penggunaan uang yang tidak sesuai peruntukannya melainkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, telah memenuhi unsur kerugian negara,” kata Syakran.
Senada dengan Syakran Rudy, Ahli Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari LKPP, Fahrurrazi, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disampaikan di persidangan, mengindikasikan adanya dugaan kuat tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa di beberapa proyek pemerintah, termasuk yang relevan dengan kasus ini. Keterangan ahli ini secara spesifik menguraikan berbagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip pengadaan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Fahrurrazi menyoroti adanya penyimpangan yang sistematis, dimulai dari proses perencanaan pengadaan. Ia menjelaskan bahwa beberapa proyek tidak melalui tahapan perencanaan yang matang dan sesuai peraturan perundang-undangan, khususnya Pasal 17 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Ini mencakup tidak adanya identifikasi kebutuhan komprehensif, penetapan jenis barang/jasa yang tidak tepat, serta penentuan metode pengadaan yang tidak efisien, membuka celah untuk korupsi sejak awal,” urai Fahrurrazi. Penyimpangan ini menjadi fondasi bagi praktik korupsi di tahap-tahap selanjutnya.
Tidak ada komentar