“Bukan berarti kita menutup mata terhadap hukum, tapi kita juga harus melihat apakah langkah-langkah seperti ini bisa membuka jalan baru untuk mendinginkan tensi politik, memulihkan kepercayaan publik, dan memperkuat keutuhan bangsa,” tegasnya lagi.
Endang menyebut baik Hasto maupun Tom sebagai pribadi yang pernah memberi kontribusi berarti bagi republik ini. Dalam politik modern, di mana figur dapat jatuh dan bangkit dalam hitungan musim, ia mengingatkan agar negara tidak kehilangan kemampuannya untuk menghargai rekam jejak — sekaligus memberi ruang untuk koreksi dan pemulihan.
“Negara ini dibangun tidak hanya dengan penegakan hukum semata, tapi juga dengan kebesaran hati dan visi kebangsaan,” katanya.
Fraksi PAN, kata Endang, akan menempatkan pertimbangan objektif dan proporsional jika usulan amnesti itu benar-benar diajukan ke DPR. Ia menggarisbawahi bahwa semangat persatuan nasional tidak boleh kalah oleh polarisasi politik yang berkepanjangan.
“Kita tidak boleh terus-menerus hidup dalam polarisasi. Jika amnesti bisa menjadi jembatan menuju dialog dan penyembuhan politik, maka itu layak untuk didukung,” pungkasnya.
Dalam percaturan demokrasi, suara seperti Endang Agustina menjadi langka: tidak lantang menyerang, tidak pula diam membisu — tetapi memilih jalan tengah yang mempersatukan, dalam kerangka konstitusi dan nilai kemanusiaan. Sebuah sikap yang mungkin tak populer, tapi sangat diperlukan. (*)
Editor: Tipoe Sultan
Tidak ada komentar