Wajo, Katasulsel.com — Di tengah arus informasi yang kian tak terbendung, keberanian anak untuk menjaga diri menjadi benteng pertahanan yang tak kalah penting dari pengetahuan akademik. Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) Gelombang 114 Universitas Hasanuddin (Unhas) mengangkat isu itu dalam sosialisasi bertajuk “Tubuhku Milikku” kepada siswa kelas 4, 5, dan 6 MIS Al-Wahhab DDI Kaluku, Desa Alesilurunge, Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo, Selasa (5/8).
Dengan pendekatan visual dan metode interaktif, para mahasiswa menghadirkan pesan yang sederhana namun mendalam: setiap anak berhak berkata tidak pada sentuhan yang tidak aman. Edukasi dilakukan bukan sekadar memberi pemahaman tentang bagian tubuh pribadi, tetapi juga melatih keberanian untuk menolak dan mencari pertolongan ketika menghadapi situasi mencurigakan.
“Kami ingin para siswa tahu bahwa mereka berhak menjaga tubuhnya sendiri. Penting bagi mereka untuk berani berkata tidak jika merasa tidak nyaman,” ujar Amria Ananda, mahasiswa KKN yang menjadi pemateri utama.
Dalam sesi permainan, para siswa dibagi menjadi kelompok kecil. Mereka diminta menandai gambar ilustrasi tubuh manusia, membedakan bagian yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain. Setiap kelompok lalu mempresentasikan hasil diskusi di depan teman-temannya. Suasana yang awalnya canggung berubah menjadi riuh penuh antusiasme, ketika anak-anak saling berebut ingin menjelaskan dan menunjukkan pemahamannya.
“Seru sekali! Saya jadi tahu kalau tubuhku itu penting dan nggak boleh sembarangan orang sentuh,” ucap Anugrah, siswa kelas 4, dengan mata berbinar.
Kegiatan ini bukan hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga wahana membangun kepercayaan diri. Nilai-nilai perlindungan diri yang disampaikan dengan metode learning by playing membuat materi mudah diserap, sekaligus meninggalkan kesan mendalam di benak siswa.
Bagi mahasiswa KKN-T Unhas, sosialisasi ini adalah bagian dari kontribusi nyata mereka dalam mendukung gerakan perlindungan anak. Pesan yang dibawa melampaui ruang kelas, menjadi bekal bagi siswa untuk melindungi dirinya di dunia nyata yang tak selalu ramah.
Di desa yang tenang di tepi Pitumpanua itu, suara tawa anak-anak berpadu dengan keyakinan baru: tubuh mereka adalah milik mereka sendiri, dan keberanian menjaga batas adalah hak yang tak bisa ditawar. (*)
Tidak ada komentar