H. Syaharuddin Alrif (Bupati Sidrap), tidak duduk di kursi penonton Studio 5 Indosiar malam itu. Tapi, entah kenapa, rasanya separuh kursi itu miliknya.
Penulis: Tipue Sultan
Saat penampilan terakhir Syaqirah di DA 7 Indosiar, Syaharuddin Alrif ada di Sidrap. Jauh dari hiruk-pikuk Jakarta.
Jauh dari lampu panggung dan sorak penonton. Tapi di ruang tengah rumah dinasnya, layar TV sudah menyala sebelum acara dimulai. Segelas kopi, telepon genggam, dan remote berada dalam jangkauan.
Malam itu, Sidrap punya agenda nasional: Syaqirah tampil di babak penting DA 7.
Usianya belia, tapi suaranya sudah memaksa banyak orang—termasuk Ari Lasso—berdiri memberi hormat. Dewi Persik menangis. Wika Salim ikut menitikkan air mata.
Syaharuddin menontonnya dalam diam. Ada degup di dadanya yang tak mau diatur. Setiap nada terasa lebih berat dari yang ia bayangkan.
Bukan karena teknik, tapi karena ia tahu cerita di belakangnya—latihan panjang, keberanian, rasa gugup, dan tekad anak Sidrap untuk mengibarkan nama daerah di panggung nasional.
Di grup WhatsApp keluarga dan sahabatnya, notifikasi berdenting. Ada yang kirim video potongan penampilan.
Ada yang kirim emoji merinding. Ada juga yang menulis singkat: “Bupati, anak ini luar biasa.”
Ia membalasnya dengan sederhana: “Kita jaga semangatnya. Jangan biarkan ia berjalan sendirian.”
Bagi Syaharuddin, mendukung Syaqirah bukan sekadar soal popularitas atau pencitraan. Ia melihatnya sebagai tanggung jawab moral: membesarkan keberanian anak daerah yang berani melangkah sejauh itu. Beberapa kali sebelumnya, ia menggelar nonton bareng di Sidrap.
Malam itu pun, meski tidak di lokasi, ia memastikan warga tahu dan ikut menonton.
Di layar TV, Syaqirah menutup lagu “Fatamorgana” dengan napas terakhir yang memukau. Penonton di studio berdiri. Para juri menyeka air mata. Dan di Sidrap, seorang bupati menarik napas lega.
Jarak memang memisahkan, tapi dukungan tak pernah kenal jarak. Malam itu, Syaqirah mungkin berdiri sendirian di panggung, tapi ada sebuah kabupaten yang berdiri di belakangnya—dipimpin seorang bupati yang menonton dari jauh, sambil menitipkan doa di setiap nada.(*)
Tidak ada komentar