Diskusi mengalir seperti percakapan ringan tapi sarat makna. Seorang mahasiswa mengangkat tangan. “Pak, bagaimana menghadapi tekanan publikasi? Kadang deadline menekan, dan godaan untuk menyalin muncul.”
Ismail tersenyum tipis. “Jujur itu tidak selalu mudah,” jawabnya. “Tapi integritas selalu membuahkan ketenangan hati. Dan reputasi yang tahan lama. Itu jauh lebih berharga daripada pengakuan sesaat.”
Seorang dosen menimpali, “Kadang kita merasa ilmu sudah begitu rumit, sehingga jalan pintas terasa wajar.”
Ismail menunduk sebentar, lalu menatap mereka satu per satu. “Ilmu yang dipotong jalan pintas bukan ilmu. Data yang disalin bukan data.
Metodologi yang disalahgunakan bukan metodologi. Transparansi dan akuntabilitas itu sederhana, tapi hasilnya luar biasa. Semua tergantung pada pilihan kita.”
Istilah seperti “plagiarisme struktural”, “akuntabilitas intelektual”, dan “transparansi metodologi” muncul. Tapi Ismail menyederhanakannya. Tidak berat. Tidak menggurui. Semua terasa nyata. Semua terasa dekat.
Di sela workshop, Ismail berjalan menyusuri peserta. Menepuk pundak mahasiswa. Menatap mata dosen. Ada kehangatan.
Ada rasa percaya. Ada senyum yang menenangkan. Ia menyalakan semangat tanpa teriak atau slide besar. Semangat itu lahir dari cerita, dari contoh, dari ketulusan kata.
Seorang mahasiswa kemudian berdiri. Matanya berkaca-kaca. “Pak, saya baru sadar. Menulis dengan jujur itu cara saya menghormati bangsa.”
Ismail mencondongkan tubuh, tersenyum lembut. “Benar. Dan setiap karya yang lahir dari kejujuran, sekecil apapun, adalah bentuk kemerdekaan sejati.”
SEAAM berharap workshop ini menjadi agenda rutin. Memperkuat kolaborasi antar kampus. Menumbuhkan tradisi akademik yang kokoh.
Mengajarkan bahwa integritas bukan slogan. Integritas adalah praktik. Yang harus dihidupi setiap hari.
Senin itu, dari aula yang sederhana, Ismail tidak sekadar memberi materi. Ia menyalakan kesadaran. Bahwa kemerdekaan berpikir adalah hak sekaligus tanggung jawab. Bahwa integritas akademik adalah bentuk nyata syukur atas kemerdekaan. Bahwa setiap karya ilmiah, sekecil apapun, adalah kontribusi untuk masa depan bangsa.
Hari itu bukan sekadar perayaan HUT Kemerdekaan ke-80. Hari itu adalah pengingat. Kemerdekaan sejati lahir dari kepala dan hati yang jujur.
Dari aula sederhana ini, gema pesan itu akan terus menyebar. Ke kampus lain. Ke penelitian lain. Ke masa depan bangsa. (*)
Tidak ada komentar