Di halaman Rutan Kelas IIB Enrekang, salam hangat dan tatapan mata bertemu. Bupati dan Wakil Bupati menyalami narapidana, menabur harapan di balik jeruji penuh haru dan senyum bahagia.
Penulis: M. Zulfikar (Ketua IWO Enrekang)
Matahari belum terlalu tinggi. Tapi halaman Rutan Kelas IIB Enrekang sudah ramai. Bendera merah putih berkibar. Bukan terlalu kencang.
Tapi terasa tegang dan hangat, bersamaan dengan langkah Bupati H. Yusuf Ritangnga. Ia menyalami satu per satu narapidana.
Di sisi lain, Wakil Bupati Andi Tenri Liwang ikut. Senyumnya tak kalah tulus. Mereka bersalaman, berbicara, menatap mata. Ada yang meneteskan air mata.
Ada yang menunduk. Ada yang tersenyum tipis. Tangan yang bersentuhan itu bukan sekadar simbol administratif. Tapi jembatan. Jembatan antara kesalahan masa lalu dan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Di dunia psikologi sosial, ini disebut interaksi simbolik. Sentuhan sederhana bisa membentuk kepercayaan, memberi makna baru pada hidup seseorang. Di halaman sempit rutan, ilmu itu nyata. Terasa.
Wakil Bupati berbicara. Bukan dari podium. Tapi dari hati. “Yang sabarki semua, ini adalah cobaan hidup. Semoga ke depannya kita semua lebih baik, dan jadikan ini pembelajaran hidup,” katanya. Sederhana. Tapi membekas. Dalam istilah psikologi positif, ini resiliensi moral. Kemampuan bangkit setelah terjatuh.
Setelah salam, acara berlanjut ke penyerahan remisi. Remisi umum. Remisi dasawarsa. Dan pengurangan masa pidana khusus bagi anak binaan.
Kepala Rutan, Ahmad, memberi angka-angka. 161 narapidana. 127 mendapat remisi umum, antara satu hingga enam bulan. 153 remisi dasawarsa. 135 bebas 90 hari lebih cepat.
Lanjut ya….
Tidak ada komentar