Tapi yang jelas, ia telah menjadi milik banyak orang. Warga sekitar merasa ikut bertanggung jawab. Ada yang rela menggendong.
Ada yang siap merawat. Ada yang bilang ingin mengadopsi. Bayi itu mungkin tidak disambut orang tuanya, tapi justru diperebutkan cinta oleh banyak orang lain.
Ironi selalu punya dua wajah.
Di satu sisi, kita melihat kegagalan: seorang bayi lahir lalu ditinggalkan. Di sisi lain, kita melihat kepedulian: sebuah kampung kompak menyelamatkan hidup mungil itu.
Toilet masjid kini menyimpan cerita. Sebuah cerita yang lebih nyaring daripada khutbah. Bahwa kadang manusia tega meninggalkan darah dagingnya. Tapi kadang juga, manusia bisa begitu cepat berubah jadi pelindung.
Empagae tidak akan lupa hari itu. Hari ketika suara keran bocor menjadi panggilan untuk menyelamatkan nyawa. Hari ketika sebuah masjid sederhana, tanpa rencana, tiba-tiba menjadi saksi lahirnya kehidupan baru.
Dan bayi itu? Ia belum tahu apa-apa. Belum tahu dirinya sudah jadi bahan perbincangan. Belum tahu ia sudah mengguncang nurani satu kampung. Ia hanya tahu satu hal: ia sudah bernafas, sudah hidup, dan dunia sedang menantinya dengan segala rahasia yang kadang menyakitkan, kadang menyembuhkan. (*)
Tidak ada komentar