
Sebuah sistem sederhana. Tapi justru di situlah kekuatannya.

Bupati Syahar ingin petani Sidrap tidak sekadar panen. Tapi panen dengan harga layak. Panen dengan senyum. Panen dengan perut kenyang.
Dan ia tidak berhenti di situ. Musim tanam ketiga sudah disiapkan. Benih unggul umur 70 hari. Pupuk. Pestisida. Air irigasi dari Dinas PSDA. Bahkan 60 hektare sawah baru sudah disurvei.
Syahar tahu betul: Sidrap hidup dari pertanian. 90 persen warganya petani. Maka, menaikkan pendapatan mereka adalah prioritas. Dan fokus awalnya ia letakkan di Dua Pitue.
Tapi, bupati yang satu ini tidak mau hanya bicara padi. Ia juga singgung kesehatan. Pendidikan. Lingkungan. Ia bahkan minta pagar rumah dicat putih-biru. Lampu teras dinyalakan. Agar Sidrap terang. Agar Sidrap bersih.
Ia tidak mau ada anak Sidrap yang putus sekolah. Ia tidak mau ada kampung yang gelap. Baginya, pembangunan bukan hanya infrastruktur. Tapi juga suasana.(*)
Acara itu ditutup dengan penyerahan pestisida kepada petani. Sederhana. Tapi simbolis. Bahwa pemerintah hadir. Bahwa bupati tidak hanya duduk di kantor, tapi turun ke sawah.
Di Larumpu hari itu, padi dipotong. Harga gabah diumumkan. Dan Sidrap kembali menegaskan: ia tetap lumbung pangan. Bukan hanya bagi Sulawesi Selatan. Tapi untuk Indonesia.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar