Entah bagaimana itu terjadi. Jelasnya, di Polinesia “fekamate” kembali menggeliat dengan gagah berani. Seolah ia fosil hidup, yang menyimpan rute diaspora Austronesia: dari Taiwan, Filipina, Nusantara, lalu menyeberangi Melanesia, hingga bersinar kembali di Polinesia.
Kesamaan antara “fekamate”/”fakamate” Muna dengan “wakamate” Māori atau “fakamate” Tonga dan Samoa tentu bukan kebetulan.
Frasa ini membawa kita jauh ke masa lalu. Kita diajak merenungi betapa bahasa adalah ingatan paling murni yang menyimpan peta migrasi, kisah leluhur, bahkan wajah peradaban kita yang mungkin pernah terhapus dari catatan tertulis.
Melalui “fekamate”, para leluhur Austronesia seolah hidup kembali. Sebuah jejak kata yang menjadi benang halus, mengikat pulau-pulau di Nusantara dan Oceania yang berjarak ribuan kilometer, dan menuntun kita kembali pada asal. (*)
Tidak ada komentar