Laporan: Edy Basri
Malam tadi, Selasa, 7 Oktober 2025, jalanan Sidrap seperti biasa—tampak tenang dari luar. Tapi ketenangan itu selalu punya sisi lain.
Ada kemungkinan bahaya yang mengintai di balik kios sepi, gang gelap, atau pintu penginapan yang tak terkunci rapat.
Di sinilah Unit Resmob Sat Reskrim Polres Sidrap mengambil perannya. Mereka bukan sekadar berkeliling. Mereka menjaga denyut malam agar tetap aman.
Sebelum mesin kendaraan menyala, ada satu momen hening di markas. Para personel berdiri tegak, mendengarkan arahan dari Kanit Resmob, IPDA Junaidi Kadhafi, S.H., M.H.
Ucapannya tenang, tapi mengandung disiplin baja. Arahan itu bukan sekadar formalitas—melainkan pengingat bahwa di luar sana, kesalahan kecil bisa berujung besar.
“Fokus. Jangan anggap sepi itu aman,” katanya pendek.
Patroli pun dimulai. Mesin menderu pelan. Lampu merah-biru menari di aspal yang baru saja diguyur gerimis.
Tujuan pertama: agen Brilink di Kelurahan Pangkajene, Kecamatan Maritengngae. Tempat kecil tapi vital. Di situlah uang berpindah tangan, dan di situlah kejahatan sering mencoba peruntungannya.
Beberapa warga yang masih nongkrong di teras rumah menatap penasaran. Mereka tahu, mobil Resmob lewat bukan untuk menakuti. Tapi memberi pesan: Polisi masih berjaga, jangan coba-coba.
Perjalanan berlanjut ke Pos Keamanan Satpol PP di kompleks SKPD, Batulappa, Wattangpulu. Sebuah tempat yang di siang hari sibuk dengan urusan pemerintahan, tapi di malam hari bisa menjadi sasaran empuk pencuri.
Di sana, petugas memeriksa kunci, lampu, hingga sudut-sudut yang jarang diperhatikan. Sederhana, tapi itulah yang membedakan antara aman dan kehilangan.
Tak berhenti di situ. Mereka melanjutkan ke wisma dan penginapan di Batulappa. Tempat yang dari luar tampak biasa, tapi sering menyimpan cerita yang tak ingin diceritakan.
Kadang penganiayaan. Kadang praktik prostitusi yang bersembunyi di balik plang “penuh.”
Dan terakhir, HST Pool & Café di Jalan Ganggawa, Kelurahan Majjelling. Tempat hiburan malam yang ramai tapi mudah berubah menjadi ajang emosi tak terkendali jika diawasi setengah hati.
Di setiap titik, Resmob tak hanya hadir secara fisik. Mereka hadir sebagai tanda bahwa hukum tidak tidur.
Bahwa rasa aman tidak datang begitu saja, melainkan dijaga—dengan peluh, dengan disiplin, dengan keberanian untuk tetap waspada di tengah gelap.
Menjelang dini hari, patroli selesai. Tapi bukan berarti tugas mereka berakhir. Justru di sanalah keheningan terasa paling dalam.
Ketika sebagian besar orang memejamkan mata, Resmob terus menatap jalanan kosong, memastikan Sidrap tetap tenang hingga matahari datang lagi.
Karena bagi mereka, malam adalah jam kerja—dan keamanan adalah ibadah.(*)
Tidak ada komentar