Atas perbuatannya, HM dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ia telah ditahan di Lapas Kelas II A Parepare selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, S.H., M.H., menegaskan, Kejaksaan akan terus memantau pola penggunaan pokir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel. Ia mengingatkan agar para anggota DPRD di daerah lain berhati-hati dalam mengelola usulan pokir agar tidak terjerat kasus serupa.
“Benar, penyidik Kejari Parepare telah menetapkan HM sebagai tersangka. Kami di Kejati Sulsel akan mengawal perkara ini dan melakukan supervisi penuh agar prosesnya profesional dan transparan. Kasus ini menjadi peringatan agar para anggota dewan di daerah lain lebih waspada dalam menjalankan pokir,” ujar Soetarmi.
Soetarmi menambahkan, banyak kasus di Sulawesi Selatan yang bermula dari penyimpangan dana aspirasi atau pokir, terutama ketika legislator turut terlibat dalam tahap pelaksanaan atau distribusi bantuan.
“Kejati Sulsel telah memantau sejumlah pola serupa di beberapa daerah. Kami mengingatkan: jangan campur urusan politik representatif dengan eksekusi program. Itu wilayah eksekutif. Jika melanggar, konsekuensinya hukum, bukan sekadar etik,” tandasnya.
Kejati Sulsel memastikan akan terus mengawal pengelolaan dana aspirasi dan bantuan sosial agar benar-benar menyentuh masyarakat. Kasus HM menjadi contoh konkret bagaimana pokir yang seharusnya menjadi saluran aspirasi, justru berubah menjadi jebakan hukum bagi wakil rakyat yang tak memahami batas kewenangannya. (*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar