Pagi belum terlalu tinggi di langit Makassar ketika aroma kopi pertama mulai tercium di halaman Rumah Makan Ayam Goreng Ujung Pandang.
Di sana, sejumlah perwira utama Polda Sulawesi Selatan duduk melingkar bersama puluhan pengemudi ojek online. Tak ada barikade, tak ada jarak pangkat.
Yang ada hanya cangkir, tawa, dan rasa ingin saling mendengar.
Acara bertajuk “Ngopi (Ngobrol Ojol dan Polri)” itu dimulai pukul 08.00 WITA, Selasa (20/10/2025). Namun sejak matahari naik sedikit di atas atap ruko, suasana sudah ramai.
Para pengemudi ojol berdatangan dari berbagai titik kota, sebagian masih mengenakan jaket hijau khas mereka.
Kegiatan ini menjadi wadah silaturahmi antara Polri dan komunitas jalanan — mereka yang setiap hari menembus macet, menantang panas, dan secara tak langsung menjadi mata keamanan kota.
Dan pagi itu, acara dipandu oleh seorang anak muda yang energik: Muhammad Rafii, pemuda asal Palopo yang kini dikenal sebagai aktivis muda Sulawesi Selatan.
Dengan gaya lugas dan santai, Rafii membuka forum tanpa teks panjang.
“Kopi sudah panas, jadi obrolannya juga harus hangat,” ucapnya, disambut tawa peserta.
Tapi di balik candanya, ia tahu betul: pagi itu bukan sekadar ngopi. Itu adalah ruang dialog antara rakyat dan negara.
Tampak hadir sejumlah pejabat utama Polda Sulsel yang langsung turun tanpa protokoler berlebihan:
Pukul 08.00 WITA, setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan sesi penyampaian informasi kamtibmas dari para narasumber tersebut.
Dalam suasana santai, Kombes Pol Hajat Mabrur Bujangga membuka diskusi. Ia tidak berdiri di depan, tapi duduk sejajar dengan para pengemudi ojol.
“Teman-teman ojol ini bukan sekadar pengantar makanan atau penumpang. Mereka adalah penjaga ritme kota, saksi kecil dari banyak peristiwa yang mungkin tak terlihat di mata kami,” ujarnya pelan, tapi penuh makna.
Ia menekankan, forum semacam ini bukan hanya tentang sosialisasi, tapi tentang mendengar — sesuatu yang sering terlupakan dalam pendekatan formal.
Bersambung….
Tidak ada komentar