
Parepare, Katasulsel.com — Suhu politik kepemudaan di Kota Parepare kembali menghangat. Ketua Gabungan Pemuda Pembangunan Indonesia (GPPI) Parepare, Achmad Nashrullah, menilai Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Parepare telah gagal memahami situasi aktual organisasi kepemudaan, khususnya terkait dinamika di tubuh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Kritik tajam ini mencuat setelah Kadisporapar Parepare dikabarkan masih membuka ruang koordinasi dengan Muhammad Ramdhan, yang disebut-sebut dalam kapasitasnya sebagai Ketua KNPI Parepare. Padahal, menurut Achmad, kepengurusan Ramdhan sudah berakhir dan secara konstitusional telah digantikan oleh Muhammad Agung Nugraha, formatur terpilih hasil Musyawarah Daerah (Musda) XVI KNPI Parepare.
Musda XVI tersebut dilaksanakan di bawah kendali DPD I KNPI Sulawesi Selatan, setelah kepengurusan lama dinilai gagal menyelesaikan tahapan Musda secara prosedural. DPD I kemudian menunjuk Pelaksana Tugas Ketua dan Sekretaris untuk menuntaskan proses hingga forum resmi menetapkan Agung Nugraha sebagai formatur ketua terpilih periode 2025–2028.
Dengan selesainya tahapan itu, Achmad menegaskan, maka seluruh proses konsolidasi organisasi di Parepare telah berada di bawah struktur yang sah, baik secara administratif maupun konstitusional. Karena itu, langkah Kadisporapar yang masih mengakui kepemimpinan lama dinilai tidak mencerminkan pemahaman kelembagaan yang tepat.
“Ketika Disporapar masih berkoordinasi dengan figur yang tidak lagi memiliki legitimasi organisasi, itu sama saja membuka ruang konflik baru di kalangan pemuda,” ujar Achmad. “Sikap seperti ini bukan hanya tidak profesional, tapi juga bisa diartikan sebagai upaya memecah belah soliditas pemuda Parepare.”
Ia menambahkan, semangat formatur terpilih justru sedang mengarah pada rekonsiliasi dan penguatan konsolidasi organisasi, bukan memperpanjang ketegangan lama.
Menurut Achmad, langkah yang diambil Kadisporapar memperlihatkan lemahnya komunikasi kelembagaan antara pemerintah daerah dan organisasi kepemudaan yang sah. Padahal, dalam konteks sosial politik lokal, peran pemerintah seharusnya sebagai fasilitator dan penengah, bukan justru memperkeruh suasana.
“Kalau Disporapar ingin membina pemuda, mestinya memahami dulu struktur yang legitimate. Jangan malah memperkuat narasi kepengurusan yang sudah berakhir. Ini bukan sekadar soal organisasi, tapi juga soal wibawa pemerintah,” tegasnya.
Meski mengakui adanya dualisme di tingkat DPD I KNPI Sulsel, Achmad menilai hal itu tidak bisa dijadikan alasan bagi pejabat daerah untuk bertindak tanpa dasar hukum organisasi.
“Dualisme di provinsi itu fakta politik, tapi di Parepare masalahnya sudah tuntas. Musda XVI sudah menghasilkan formatur sah. Jadi siapa pun yang masih berkoordinasi dengan kepengurusan lama jelas bertindak di luar jalur,” tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris DPD I KNPI Sulsel versi Nur Kanita–Agus Rasyid juga menegaskan bahwa kehadiran sejumlah figur dari kepengurusan lama, termasuk Ramdhan, dalam kegiatan Rapimpurda KNPI Sulsel, hanya bersifat silaturahmi, bukan sebagai peserta resmi. Pernyataan ini sekaligus memperkuat posisi bahwa kepengurusan lama tidak lagi memiliki kapasitas representatif organisasi.
Menutup pernyataannya, Achmad menyerukan agar seluruh elemen pemuda Parepare menanggalkan ego dan kembali bersatu.
“Pemuda Parepare jangan mau dipecah oleh kepentingan kecil. Saatnya bersatu di bawah kepemimpinan yang sah dan fokus membangun daerah,” pungkasnya.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar