Pasukan pendukung Andi Syaqirah Ada yang datang dari Manado, Sumatra, Jabodetabek, bahkan Timor Leste.
Tapi paling banyak dari Sulawesi Selatan. Terutama Sidrap.
Saya sempat tanya pada seorang ibu di barisan kedua.
“Dari mana, Bu?”
Ia menjawab sambil tersenyum lebar, “Dari Kalosi Alau Pak. Ponakan kami nyanyi malam ini.”
Dari arah lorong belakang, terdengar langkah cepat.
Ternyata dia; IJ.
Kemeja abu, rambut rapi, wajah fokus.
Ia membawa selembar kain besar bertuliskan “Syaqirah Dong.”
Matanya tajam. Tapi senyumnya ramah.
“Semua sudah siap,” katanya kepada saya.
“Saya cuma ingin satu hal: Sidrap jangan diam malam ini.”
Ia bukan sekadar sosok.
Ia komandan lapangan bagi ratusan pendukung.
Istilah di studio, ia adalah Koordinator Syakirah Lovers.
Ia mengatur barisan, memastikan semua tertib, tapi tetap lantang.
Setiap kali lampu studio redup, ia memekik pelan, “Tahan dulu. Nanti kita teriak serentak.”
Sebelum panggung dimulai, ia sempat menatap layar besar di depan.
Ada pesan dari Bupati.
Video call dari Sidrap.
Wajah Syaharuddin Alrif muncul jelas di kamera IJ.
Menyapa dengan senyum.
Tapi matanya berkaca-kaca.
“Jadilah penonton yang tertib dan damai,” katanya.
“Bawa nama baik Sidrap. Daerah lumbung padi. Daerah santri. Tempat penghafal Qur’an.”
Tiga kalimat itu menutup pesannya dengan lantang:
“Sipakalebbi, Sipakario rio, Saromase.”

Sorak langsung menggema.
Beberapa orang meneteskan air mata.
Seorang bapak di barisan depan berdiri sambil memberi hormat kecil.
Yang lain hanya memejamkan mata, menahan haru.
Di ruang rias belakang panggung, Syakirah duduk diam.
Di hadapannya, cermin besar dengan lampu bulat-bulat menyala.
Tidak ada komentar