AKP Setiawan Sunarto bersama keluarga kecilnyaMaka tidak heran, banyak wartawan di Sidrap yang merasa kehilangan.
Sosok seperti dia jarang muncul dua kali.
Saya sering memperhatikan gaya kepemimpinannya. Tidak otoriter, tapi berwibawa.
Ketika briefing, ia tidak menekan. Ia mendengar. Anak-anak buahnya mengakui itu.
Ketika ada kesalahan, ia tidak langsung marah. Ia tanya dulu sebabnya.
Bagi anak buahnya, Setiawan bukan sekadar komandan, tapi abang.
“Kalau kita salah, dia tidak langsung memarahi. Dia ajak ngobrol, nanya kenapa bisa begitu,” kata seorang anggota Reskrim suatu sore.
Dan begitulah caranya memimpin: dengan telinga, bukan hanya dengan suara.
Ketika kabar mutasi ke Polda Sulsel diumumkan, grup WhatsApp wartawan Sidrap langsung ramai.
“Serius, Komandan pindah?”
“Wah, kita kehilangan nih.”
Dan memang benar.
Bukan hanya institusi yang kehilangan, tapi juga rasa.
Suatu pagi, sebelum saya berangkat ke Jakarta untuk kegiatan Rakernas, saya masih sempat bertemu dengannya. Dia yang datang, memberi kami semangat di acara pelepasan.
“Bang, saya cuma bisa doakan, abang dan rekan-rekan semuanya selamat sampai tujuan dan kembali dengan utuh agar bisa berkumpul lagi.”
Saya hanya bisa mengangguk.
Ada kalimat yang tak terucap, tapi terasa: terima kasih, Komandan.
Polda Sulsel kini menjadi rumah barunya.
Tapi saya tahu, apa pun jabatannya nanti, karakter itu tidak akan berubah.
Ia tetap akan jadi polisi yang dekat dengan rakyat, yang tahu cara berbicara dengan hati.
Sidrap mungkin akan menulis banyak nama perwira lain di masa depan.
Tapi nama AKP Setiawan Sunarto akan selalu punya ruang tersendiri.
Karena bukan semua orang bisa meninggalkan catatan sebaik itu — catatan yang ditulis bukan di buku, tapi di ingatan orang-orang yang pernah bersamanya.
Dalam dunia yang kadang abu-abu, ia memilih tetap putih.
Dalam sistem yang bisa memaksa kompromi, ia memilih tegak.
Dan bagi saya, itu sudah cukup membuatnya istimewa.
Ada satu kalimat yang pernah ia ucapkan, dan saya simpan sampai sekarang:
“Bang, kalau suatu hari saya harus memilih antara jabatan dan integritas, saya akan pilih yang bisa saya pertanggungjawabkan di depan Tuhan.”
Tidak ada komentar