Rabu, 26 Nov 2025

Anak Wajo Itu Menggenggam Santunan, Tapi Sesungguhnya Ia Sedang Menggenggam Sisa-sisa Hidupnya

Katasulsel.com
25 Nov 2025 19:57
Feature Wajo 0 177
7 menit membaca

Kadang, kesedihan paling halus bukan tangisan.
Kesedihan paling halus adalah kesunyian yang entah dari mana datangnya, menempel di tubuh, dan tidak mau pergi.

Banner Promosi WiFi

Setibanya di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, langkah Nirwana mengecil.
Bukan karena takut.
Tapi karena ia sedang belajar menata dirinya. Belajar memasang wajah tegar. Belajar menahan sesuatu yang sedang pecah perlahan di dalam dadanya.

Aula itu ramai—keluarga korban, petugas, pejabat, jurnalis.
Tapi semuanya tampak buram.

Yang paling jelas di mata Nirwana hanyalah dua nama: Andi Baso dan Hartini.
Dua nama yang dulu ia panggil setiap hari.
Dua nama yang kini tinggal menjadi deretan huruf di laporan resmi.

banner 1080x1080

Wakil Gubernur Sulsel, Fatmawati, hadir mewakili Kementerian Sosial RI.
Beliau menyerahkan dua amplop itu dengan kedua tangan—gestur yang mungkin tampak biasa bagi banyak orang, tetapi bagi Nirwana, rasanya seperti seseorang sedang memegang hatinya yang rapuh dengan sangat hati-hati.

Nirwana menunduk.
Ia berusaha tidak menangis.
Tapi mata adalah anggota tubuh yang paling tidak tahu aturan: ia bisa menangis di saat yang tidak diinginkan.

Saat tangan Nirwana menyentuh amplop pertama, dadanya berdesir.
Saat menyentuh amplop kedua, ia hampir kehilangan keseimbangan batin.

Amplop pertama: ayahnya.
Amplop kedua: ibunya.

Seakan hidup mengingatkannya bahwa ia menerima dua kehilangan sekaligus.

Dalam ucapan singkatnya, suara Nirwana bergetar:
“Kalau ada kata yang lebih dari terima kasih, itu yang ingin saya sampaikan…”

Kalimat itu pendek.
Tapi justru kalimat pendek seperti itulah yang paling jujur.

Di balik kata “terima kasih”-nya, ada kesedihan yang terlalu dalam untuk dijelaskan.
Beberapa orang menunduk. Ada yang menyeka mata.
Kedukaan memang menular—terutama kedukaan seorang anak.

Saat menggenggam amplop itu, Nirwana teringat hal-hal kecil:
panggilan “Nak” dari ayah dengan suara berat khas Soppeng–Wajo,
tepukan lembut ibunya ketika ia pulang terlambat,
dan nasihat lembut yang selalu ia ulang:
“Jangan sekali-kali menunda kebaikan kalau kamu mampu melakukannya hari ini.”

Hal-hal kecil itu kini justru terasa paling menyakitkan.

Ia juga teringat keresahan orang tuanya dulu tentang bantuan sosial—tentang bagaimana kadang mereka merasa tidak dilihat. Mereka bukan orang yang suka mengeluh, tapi mereka manusia.

Dan hari itu, ironinya, negara datang… ketika mereka sudah tiada.
Jawaban yang datang terlambat.

“Keresahan orang tuaku hari ini seakan terjawab,” kata Nirwana perlahan.
Dan ruangan kembali sunyi.

Dari 11 korban kebakaran di tujuh daerah Sulawesi Selatan, hanya Nirwana yang kehilangan dua orang sekaligus.

Sepuluh ahli waris hadir. Satu tidak bisa datang karena sakit.
Tapi hanya satu yang datang membawa dua jiwa di dadanya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )