Jumat, 05 Des 2025

KUHP Baru vs KUHP Lama: Pertarungan Dua Zaman dalam Satu Negara

Katasulsel.com
5 Des 2025 09:17
Opini 0 105
4 menit membaca

Oleh — Edy Basri
Pemred Katasulsel.com

Saat Indonesia resmi mengesahkan KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) dan menjadikannya berlaku mulai 1 Januari 2026, sebenarnya yang terjadi bukan sekadar revisi hukum. Tapi, kita sedang menyaksikan pertarungan dua zaman: zaman kolonial yang tertinggal dan zaman modern yang menuntut kepastian, keadilan, dan identitas nasional.

Bagi banyak orang, perdebatan KUHP hanya terlihat sebatas pasal kontroversial. Padahal jika dilihat dari kacamata struktur, filosofi, dan tujuan pemidanaan, KUHP baru dan KUHP lama seperti dua dunia yang sama sekali berbeda.

1. KUHP Lama: Hukum untuk Menaklukkan Koloni

KUHP lama adalah produk Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda. Disusun pada 1881, mulai berlaku di Hindia Belanda 1918, dan diwarisi Indonesia setelah merdeka.

Banner Promosi WiFi

Tujuan awalnya bukan membangun keadilan,
tetapi mengatur dan mengendalikan pribumi kolonial.

Beberapa ciri khas KUHP lama:

  • Berorientasi menghukum → penjara adalah solusi untuk hampir semua pelanggaran.
  • Tidak mengenal konteks sosial Indonesia → adat, keberagaman budaya, dan nilai lokal hampir diabaikan.
  • Tidak mengenal perkembangan teknologi → tidak ada pasal tentang privasi digital, data pribadi, transaksi elektronik.
  • Strukturnya ramping tetapi miskin cakupan → hanya menampung 3 Buku, ratusan pasal, sangat terbatas dalam menghadapi kriminalitas modern.
  • Filosofinya represif → negara sebagai pengendali, bukan negara sebagai pelindung.

Dalam konteks saat ini, KUHP lama ibarat peta abad 19 yang dipaksa mengatur lalu lintas kendaraan era 2025.

2. KUHP Baru: Hukum yang Mencoba Menyapa Realitas Modern

KUHP baru membawa 37 Bab dan 624 pasal, jauh lebih lengkap dan lebih sesuai dengan kehidupan kontemporer.

Yang paling penting: KUHP baru lahir dari bangsa sendiri.
Ia merangkum filosofi keadilan, sosial, dan budaya Indonesia.

Beberapa ciri khas KUHP baru:

  • Berorientasi pemulihan, bukan pembalasan
    Pengenalan pidana kerja sosial, pidana pengawasan, denda bertingkat, dan restoratif justice menunjukkan paradigma baru.
  • Mengakui peran adat & nilai lokal
    Hakim dapat mempertimbangkan penyelesaian adat sebagai bagian dari proses hukum.
  • Mengatur isu modern
    Termasuk cybercrime, privasi data, lingkungan hidup, ekologi, pangan, energi, bahkan proses peradilan (obstruction of justice).
  • Memberi batas pada campur tangan negara
    Banyak pasal yang dulu delik umum kini menjadi delik aduan.
    Negara tidak lagi ingin mengatur ruang privat tanpa keperluan.
  • Cakupan lebih luas & responsif
    Dari tindak pidana transportasi, kesehatan, fasilitas publik, hingga sistem keuangan — semuanya kini ada aturannya.

3. Perbandingan Filosofi: Negara sebagai Penguasa vs Negara sebagai Penjaga

Inilah perbedaan paling mendasar:

KUHP lama:

Negara mengontrol → penghukuman adalah cara menjaga ketertiban.
Warga negara adalah objek.

KUHP baru:

Negara melindungi → keadilan sosial lebih penting daripada sekadar memenjarakan.
Warga negara adalah subjek hukum.

Perbedaan ini terlihat jelas pada banyak pasal yang diubah menjadi delik aduan.
Hal-hal yang dulu dianggap “mengganggu ketertiban kolonial” kini ditempatkan sebagai urusan personal yang hanya negara tangani jika diminta korban.

4. Struktur Bab: Bukti Zaman Sudah Bergeser Drastis

KUHP Lama:

  • Dibagi dalam 3 Buku, dengan bab yang jauh lebih sedikit.
  • Tidak mengenal bab tentang privasi, lingkungan, lintas digital.

KUHP Baru:

  • 37 Bab lengkap, antara lain:
    • Bab 29: Informasi & Transaksi Elektronik
    • Bab 30: Privasi & Data Pribadi
    • Bab 21: Lingkungan Hidup & Kekayaan Hayati
    • Bab 31: Kedaulatan Pangan & Energi
    • Bab 7: Tindak Pidana terhadap Proses Peradilan
    • dan banyak lagi

Ini penanda jelas bahwa masyarakat Indonesia kini hidup dalam dunia yang lebih kompleks, terhubung, dan rentan dibanding satu abad lalu.

5. Soal Hak dan Kebebasan: KUHP Baru Lebih Manusiawi

Banyak kritik menyebut KUHP baru “mengurusi moral warga”.
Tapi kritik itu sering lupa bahwa:

  • KUHP lama juga mengatur moral, hanya dengan perspektif kolonial.
  • KUHP baru sudah menjadikan sebagian besar pasal moral sebagai delik aduan, bukan delik umum.

Di sisi lain, KUHP baru justru lebih melindungi Hak Asasi, misalnya:

  • perlindungan privasi,
  • perlindungan data pribadi,
  • perlindungan anak,
  • perlindungan saksi,
  • perlindungan kehormatan individu.

Hal-hal ini tidak pernah disentuh KUHP kolonial.

6. Hukum untuk Masa Depan, Bukan Masa Lalu

Jika KUHP lama tidak bisa menjawab persoalan seperti:

  • penipuan online,
  • penyebaran data pribadi,
  • hoaks destruktif,
  • mafia pangan,
  • perusakan ekosistem,
  • pembunuhan karakter di media digital,
  • intimidasi saksi,
  • korporasi yang menyembunyikan kejahatan,

maka KUHP baru menyiapkan instrumen lengkap untuk menjawab semuanya.

Ini bukan sekadar pembaruan hukum,
tetapi penyesuaian besar-besaran terhadap realitas sosial dan teknologi.

Pindah dari Era Kolonial ke Era Nasional

Di bagian akhir tulisan ini, saya ingin memberikan perbandingan antara KUHP lama dan baru seolah menggambarkan satu kalimat:

KUHP lama adalah luka sejarah.
KUHP baru adalah usaha penyembuhan.

Saat KUHP baru diberlakukan 1 Januari 2026, itu bukan hanya pergantian buku hukum.
Itu adalah deklarasi bahwa Indonesia akhirnya berani menulis aturan permainannya sendiri.

Tidak sempurna — ya.
Masih perlu disosialisasikan — jelas.
Akan menimbulkan debat — pasti.

Tetapi satu hal tidak bisa dibantah:

Indonesia akhirnya tidak lagi hidup dengan hukum pidana kolonial.
Kita hidup dengan hukum buatan bangsa sendiri.

Dan itu, bagi saya sebagai jurnalis dan akademisi, adalah permulaan dari sejarah baru.

(*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )