
Jakarta, Katasulsel.com — Dewan Pimpinan Pusat Nasional Corruption Watch (DPP NCW) secara resmi melaporkan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Enrekang, Padeli, S.H., M.Hum, ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Laporan tersebut disampaikan menyusul kekecewaan mendalam NCW terhadap lambannya penanganan perkara oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung RI serta langkah Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang dinilai mengaburkan fakta hukum dalam kasus dugaan pemerasan dan kriminalisasi pengelolaan dana BAZNAS Enrekang.
Langkah pelaporan ke KPK ini dipandang sebagai bentuk mosi tidak percaya terhadap mekanisme penanganan internal Kejaksaan yang dinilai tidak transparan, berjalan lamban, dan terkesan melindungi sesama aparat penegak hukum.
Wakil Ketua Umum DPP NCW, Donny Manurung, menyatakan bahwa penetapan SL sebagai tersangka oleh Kejati Sulsel justru menyesatkan opini publik. Menurutnya, SL hanya berperan sebagai perantara, sementara pihak yang memiliki kewenangan dan diduga menikmati hasil pemerasan justru belum tersentuh hukum.
“Menetapkan perantara sebagai tersangka sementara aktor utama dibiarkan bebas adalah bentuk pengingkaran terhadap logika hukum. Kami menilai Padeli adalah pengendali utama dan penerima manfaat dari praktik pemerasan tersebut,” tegas Donny dalam keterangan persnya, Kamis (18/12/2025).
NCW juga membantah klaim Kejati Sulsel yang menyebut dana sebesar Rp1,1 miliar sebagai uang titipan atau pengembalian kerugian negara. Berdasarkan hasil investigasi NCW, dana tersebut justru diduga merupakan hasil pemerasan yang baru disetorkan setelah kasus ini mencuat ke ruang publik.
Dalam laporannya ke KPK, NCW membeberkan sejumlah temuan, termasuk dugaan pemaksaan penyelidikan terhadap BAZNAS Enrekang periode 2021–2024 yang dinilai tidak memiliki dasar penggunaan APBN maupun APBD. Tekanan tersebut, menurut NCW, digunakan untuk menekan para pimpinan BAZNAS agar menyerahkan sejumlah uang.
Tidak ada komentar