Kamu Wartawan Yah? Dahlan Iskan Lalu Ajak Saya Naik Heli Sidrap ke Bone…

Dahlan Iskan

Suatu pagi yang biasa di Sidrap. Kejadiannya sudah lama, 2014 silam

Oleh: Edy Basri

Pagi itu. Ada suara yang bergetar dari kejauhan, lalu makin keras. Helikopter itu datang menebas angin, melayang-layang sebentar sebelum mendarat di pelataran PT Buls, sebuah perusahaan peternakan sapi terbesar di kawasan timur Indonesia yang saat itu masih berstatus BUMN. Tahun itu, 2014. Dan turunlah sosok yang selalu menarik perhatian: Dahlan Iskan.

Saya masih ingat, tangan saya sedikit bergetar saat menggenggam kamera dan buku catatan. Bukan karena gugup, tapi karena angin baling-baling heli yang membuat debu dan jerami beterbangan. Saya adalah wartawan harian cetak Fajar, masih muda, masih lugu, dan masih belajar mencium mana berita yang besar dan mana yang hanya gemuruh kosong.

Tapi saya tahu, hari itu bukan gemuruh kosong.

Ia Datang, Bukan Sebagai Menteri Biasa

Dahlan datang ke PT Buls bukan dengan iring-iringan mobil mewah, bukan juga dengan protokoler yang bikin orang tegang. Ia turun dari helikopter seperti orang yang sedang mampir ke halaman belakang rumah tetangga. Kemeja putih dilipat sampai siku. Celana hitam sederhana. Sepatu seperti tak sempat disemir. Dan yang paling mencolok: langkahnya cepat, tapi tidak tergesa.

Saya sempat bertanya dalam hati, “Apakah ini benar Menteri BUMN?”

Karena sejak kecil, yang saya bayangkan tentang menteri adalah orang yang berbadan gemuk, berkacamata tebal, dan selalu dikawal ketat sambil sesekali membetulkan dasi. Tapi Dahlan jauh dari bayangan itu. Ia lebih mirip wartawan senior yang sedang melakukan investigasi lapangan. Dan mungkin memang itulah dia.

Peternakan, Sapi, dan Bicara dari Hati

PT Buls, yang dulunya bernama PT Buli, menjadi titik penting pembangunan peternakan sapi skala besar di Sulawesi Selatan. Sebagai BUMN, ia membawa beban dan harapan. Saat itu, banyak pihak mempertanyakan efisiensi dan manfaat keberadaan peternakan ini. Dan seperti biasa, Dahlan tak mau hanya duduk mendengar laporan. Ia masuk ke dalam kandang. Mengobrol langsung dengan para pekerja. Melihat pakan, mencium aroma keringat, dan sesekali menunduk melihat kotoran sapi. Ia ingin melihat realita, bukan slide presentasi.

banner 300x600

Saya mengikuti langkahnya. Mencatat, memotret, mengamati. Tapi sejujurnya, saya sedang belajar. Belajar dari cara seorang pemimpin membaca situasi. Belajar dari cara seorang mantan wartawan yang kini menjadi menteri—menyerap informasi bukan dari kepala staf, tapi dari tangan-tangan yang kotor karena kerja.

“Ini peternakan kita,” katanya sambil menunjuk ke padang hijau yang luas, “bukan peternakan proyek. Kalau tidak untung, kita harus evaluasi. Kalau bisa untung, kita harus gandakan.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup