Sidrap, katasulsel.com – Tren kasus tuberkulosis (TB) di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, menunjukkan penurunan yang signifikan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat, sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 7.815 suspek TB dengan jumlah pasien terkonfirmasi TB sebanyak 647 orang. Sementara hingga Juni 2025, jumlah suspek TB tercatat 3.838 orang, dengan 290 pasien positif.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sidrap, Dr. Ishak Kenre, S.K.M., M.Kes., menyebutkan bahwa tren penurunan ini tidak lepas dari upaya sistematis dan terpadu dalam penanggulangan TB di wilayah tersebut. Dalam pertemuan dengan wartawan, Selasa (22/07/2025), ia menjelaskan pendekatan yang digunakan bukan hanya berbasis kuratif, tetapi juga preventif dan promotif.
“Kita tidak lagi menunggu pasien datang dengan gejala berat. Kami dorong skrining aktif di fasilitas layanan kesehatan primer, terutama melalui pendekatan Active Case Finding (ACF),” jelasnya.
Menurut Ishak, kasus suspek TB memang bisa bervariasi setiap tahun, tetapi penurunan jumlah suspek dan pasien terkonfirmasi TB tahun ini juga menggambarkan dua hal: berhasilnya upaya pengendalian penularan, serta kemungkinan menurunnya angka pelaporan dari masyarakat akibat keengganan memeriksakan diri lebih dini.
Namun, pihaknya optimis. Dinas Kesehatan Sidrap terus meningkatkan kapasitas surveillance epidemiologi, termasuk pemanfaatan tes molekuler cepat (TCM) di sejumlah puskesmas dan RS rujukan. Teknologi ini memungkinkan diagnosis lebih akurat dan cepat, terutama untuk kasus TB resisten obat (MDR-TB).
“Tatalaksana kasus juga menjadi lebih ketat. Pasien TB langsung didampingi oleh kader dan petugas TB dari puskesmas. Pendekatannya holistik: dari pemberian obat hingga pemantauan asupan gizi,” tambahnya.
Ishak menambahkan bahwa beban TB di Sidrap masih menjadi isu kesehatan masyarakat, meski secara prevalensi perlahan mulai melandai. Dinas Kesehatan juga menaruh perhatian pada TB laten, yang tidak menampakkan gejala, tetapi berisiko menjadi aktif di masa depan jika tidak ditangani.
“Ini tantangan kita ke depan. TB bukan sekadar penyakit, tapi juga terkait status sosial ekonomi, kepadatan hunian, serta kesadaran masyarakat terhadap kesehatan paru,” tegasnya.
Bersambung….
Tidak ada komentar