Wajo, Katasulsel.com – Sejumlah proyek diduga terkait pengadaan bibit murbei dan peralatan persutraan di Kabupaten Wajo kembali menuai sorotan.
Setelah mencuatnya kembali proses hukum atas proyek pengadaan murbei tahun anggaran 2022 di Desa Pakkanna, Tanasitolo, tim investigasi Katasulsel.com menemukan indikasi dugaan penyimpangan yang lebih luas dan sistematis.
Pemantauan yang dilakukan terhadap sejumlah paket pekerjaan sejak tahun 2020 hingga 2022 menunjukkan dugaan pola pelaksanaan yang mengundang pertanyaan serius.
Mulai dari mekanisme pengadaan yang diduga cenderung tertutup, pemilihan rekanan yang diduga dilakukan secara berulang, hingga hasil pekerjaan yang diduga tidak sesuai spesifikasi teknis.
Salah satu proyek yang menjadi perhatian adalah pengadaan 1 juta batang bibit murbei pada tahun 2020–2021. Proyek ini diduga dilaksanakan oleh CV. Massalangka dan tersebar di empat desa: Pasaka, Wajoriaja, Bontopenno, dan Watangrumpia.
Namun, di beberapa titik lokasi, tim investigasi media ini menemukan bahwa luasan lahan yang ditanami diduga tidak sebanding dengan volume bibit yang dilaporkan.
Tak kalah mencurigakan adalah proyek tahun 2022 di Desa Pakkanna senilai ratusan juta rupiah dengan volume 500 ribu batang murbei. Proyek ini saat ini telah masuk dalam proses hukum. Sementara itu, proyek di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, yang hanya seluas 2,5 hektar namun menelan anggaran hampir Rp190 juta untuk 90 ribu pohon, diduga menggunakan skema penunjukan langsung.
Di sisi lain, pengadaan alat-alat persutraan justru memperlihatkan dugaan disparitas mencolok. Mesin reeling atau alat pemintal benang sutra yang diduga diadakan di Desa Pakkanna pada tahun 2021 dengan nilai mencapai Rp3,4 miliar disebut tak bisa digunakan karena diduga bersifat manual dan tidak sesuai spesifikasi.
Dibandingkan mesin sejenis di Desa Tosora yang bernilai hanya Rp1,7 miliar setahun kemudian, kualitasnya justru diduga lebih baik, meski selisih harga terbilang jauh.
Tidak ada komentar