Papua Barat, katasulsel.com – Menjelang Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang direncanakan berlangsung antara September hingga November 2025, gejolak di tubuh partai berlambang Ka’bah di Papua Barat Daya semakin nyata. Bukan lagi sekadar bisik-bisik internal, perseteruan antar-elit partai kini menjadi sorotan publik setelah sejumlah pimpinan cabang diberhentikan dari jabatannya.
Keputusan itu datang dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Papua Barat Daya. Setidaknya dua Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) serta seorang sekretaris wilayah kehilangan posisi mereka. Alasan yang dikemukakan pun beragam, mulai dari tidak sejalan dengan instruksi pusat hingga dianggap gagal menjalankan fungsi kepengurusan.
Namun, justru di situlah kontroversi bermula. Tidak sedikit pihak mempertanyakan, apakah alasan pemberhentian itu cukup kuat dan sahih secara konstitusional?
Kasus yang paling banyak menuai tanda tanya adalah pencopotan Ketua DPC PPP Raja Ampat. Ia dituding melanggar garis partai karena tidak mengikuti arahan DPP saat Pilkada. Tetapi, dugaan lebih serius muncul di lapangan, yakni adanya ketidakselarasan antara nama calon bupati yang diajukan DPC dengan rekomendasi resmi partai. Situasi ini menimbulkan kesan adanya intervensi dalam proses pengusungan calon kepala daerah, padahal menurut anggaran dasar partai, kewenangan itu seharusnya melekat pada DPC.
Ketua DPC Kota Sorong juga tidak luput dari pencopotan. Kali ini alasannya dianggap sederhana: tidak memiliki sekretariat partai yang jelas dan tidak mampu menghadirkan kepengurusan harian. Sementara itu, Sekretaris Wilayah PPP Papua Barat Daya disebut diberhentikan karena ada surat pengunduran diri yang ia tanda tangani sendiri.
Rentetan peristiwa ini menjadi magnet pemberitaan. Diskusi di ruang publik semakin ramai, baik di media massa maupun perbincangan informal masyarakat Papua Barat Daya.
Irman Jaya R., pengamat politik asal Manokwari yang kini berkiprah di Sulawesi Selatan, menilai konflik tersebut bukan sekadar soal kepemimpinan di tingkat daerah. Menurutnya, perpecahan internal adalah cerminan dari tantangan besar yang dihadapi PPP setelah gagal menempatkan wakil di parlemen nasional.
“PPP Papua Barat Daya harus belajar dari hasil Pemilu lalu. Suara partai jatuh ke posisi ke-12 dari 18 peserta. Kalau antar-elitnya terus saling gesek, bagaimana mungkin bisa bangkit menghadapi 2029?” ujar Irman.
Ia menegaskan, Muktamar nanti seharusnya menjadi panggung rekonsiliasi, bukan arena manuver politik. “Kesalahan tidak sepenuhnya di DPC Raja Ampat, begitu juga tidak mutlak pada DPW. Ini soal ego. Tinggalkan ego itu, lalu berdamailah demi kepentingan partai,” katanya.
Bersambung…
Media Portal Berita Berbadan Hukum
PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,
Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)
Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986
Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )
Tidak ada komentar