Sidrap, katasulsel.com — Bayangkan hidup di sebuah dusun. Tiba-tiba, jalan satu-satunya yang menghubungkan dengan dunia luar tertutup tanah dan batu.
Itulah yang kini dialami warga Desa Leppangeng, Kabupaten Sidrap. Hujan deras semalam saja sudah cukup untuk mengubah peta. Tujuh dusun terputus.
Jumat (26/9) sore itu, langit tak berhenti menumpahkan air. Tanah jenuh, lereng menyerah.
Longsor pun jatuh beruntun. Ada 15 titik longsor, kata Kepala Desa Leppangeng, Alias. Seakan desa itu dikepung dari segala arah.
Hasil hitungan cepat BPBD: 227 kepala keluarga. Totalnya 858 jiwa. Mereka kini seperti terjebak dalam kepungan lumpur. Akses jalan antara Dusun 1 Bola Petti dan Dusun 2 Leppangeng putus total. Padahal itu jalur vital.
“Sebanyak tujuh dusun terisolir ini mendorong koordinasi intensif antara BNPB dan BPBD setempat,” ujar Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Sabtu (27/9).
Ia menyebutkan, BNPB tak mau main-main. Data segera dikumpulkan. Bantuan darurat sedang didorong. Sistem peringatan dini dimaksimalkan. Semua ini supaya warga tak perlu bertanya-tanya: kapan bantuan datang?
Alias, sang kepala desa, terlihat kelelahan. Bersama stafnya ia masih mendata rumah, kebun, dan ternak yang terdampak. “Saya segera melaporkan ke Pemkab Sidrap. Semoga cepat ditangani,” ucapnya.
Dusun-dusun yang kini namanya masuk daftar terisolir itu adalah Leppangeng, Galung, Wala Wala, Lengke, Tosemang, Lumpingan, dan Rante Siwa. Nama-nama dusun yang mungkin asing bagi orang kota, tapi kini jadi perhatian nasional.
Forkopimda Sidrap sudah turun tangan. Mereka berupaya membuka jalan. Tapi ekskavator pun bisa kalah oleh hujan yang masih sering datang tiba-tiba. Jalan yang sudah dibersihkan sore ini, bisa saja kembali tertutup malam nanti.
Warga tak punya pilihan lain. Menunggu. Sementara, dari kantor BPBD Sidrap sampai BNPB Jakarta, peta longsor di Leppangeng kini terus ditatap.(*)
Editor: Edy Basri
Tidak ada komentar