Polemis Bandara IMIP, DPR: Tak Ada Bukti Penerbangan InternasionalJAKARTA — Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, menegaskan bahwa hingga kini tidak ditemukan indikasi pelanggaran dalam operasional Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), yang sedang menjadi pusat perhatian publik.
Lasarus menjelaskan bahwa keberadaan dan operasional bandara tersebut sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, termasuk aturan turunannya serta peraturan menteri yang mengatur teknis bandara khusus.
“Bandara khusus memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tentang Penerbangan. Itu lengkap, berikut turunannya. Sampai saat ini, kami belum menemukan adanya pelanggaran,” kata Lasarus, Rabu (26/11/2025).
Salah satu dugaan yang ramai dibicarakan publik adalah kemungkinan adanya penerbangan internasional dari atau menuju Bandara IMIP. Namun, Lasarus memastikan belum ada bukti yang mengarah ke situ.
Lasarus juga menanggapi isu ketiadaan Bea Cukai dan Imigrasi di lokasi tersebut. Ia menegaskan bandara khusus hanya melayani penerbangan domestik, sehingga tidak memerlukan pos Imigrasi maupun Bea Cukai.
“Kami perlu cek dulu. Belum ada data apakah pernah ada pesawat dari luar negeri yang mendarat langsung di situ, atau sebaliknya,” ujarnya.
Ia menambahkan, kecil kemungkinan bandara itu beroperasi tanpa izin. Setiap penerbangan harus mengantongi flight approval dan tercatat di AirNav Indonesia, sehingga semua pergerakan pesawat dapat dipantau.
“Kalau ada pesawat terbang tanpa izin, itu pasti tidak ada nomor penerbangannya. Semua penerbangan di Indonesia tercatat, dari mana berangkat dan ke mana tujuan,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengonfirmasi bahwa bandara yang berada di area industri IMIP itu memang tidak memiliki petugas Imigrasi dan Bea Cukai.
Pernyataan tersebut memicu kritik dari Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB, Oleh Soleh, yang mengecam operasional bandara karena dinilai tidak melibatkan otoritas negara secara penuh.
Oleh Soleh menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk kelalaian yang berpotensi mengganggu kedaulatan udara. Ia menilai tidak adanya akses bagi otoritas pemerintah—baik penerbangan, Bea Cukai, maupun Imigrasi—merupakan pelanggaran prinsip pengawasan wilayah udara.
“Tidak ada bandara yang boleh beroperasi tanpa melibatkan negara. Jika ada bandara berdiri sendiri tanpa pengawasan pemerintah, itu sama saja negara dalam negara. Itu tidak boleh terjadi,” ujarnya, dikutip dari situs resmi Fraksi PKB, Selasa (25/11/2025). (edy)
Tidak ada komentar