OTT KPK: Kajari Hulu Sungai Utara (KSU) dan Dua Jaksa Resmi Jadi TersangkaBanjarmasin. katasulsel.com — Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, membuka tabir dugaan penyimpangan serius dalam proses penegakan hukum di daerah tersebut. Dalam operasi yang digelar pada pertengahan Desember 2025 itu, lembaga antirasuah menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Albertinus Parlinggoman Napitupulu, sebagai salah satu tersangka.
Penetapan tersangka tersebut diumumkan secara resmi oleh KPK setelah penyidik menemukan kecukupan alat bukti yang menguatkan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam proses penegakan hukum. Kasus ini menjadi perhatian luas publik karena menyeret aparat penegak hukum yang seharusnya berada di garda terdepan pemberantasan korupsi.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa selain Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dua jaksa lainnya di lingkungan Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara juga ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya masing-masing menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
“Setelah dilakukan gelar perkara dan ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Asep Guntur Rahayu saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
Menurut Asep, Albertinus Parlinggoman Napitupulu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara sejak Agustus 2025. Namun, dalam rentang waktu yang relatif singkat tersebut, penyidik KPK menduga telah terjadi praktik pemerasan terhadap sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Dugaan pemerasan itu, lanjut Asep, berkaitan dengan penanganan laporan pengaduan yang masuk ke Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara. Laporan-laporan tersebut berasal dari berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang melaporkan dugaan penyimpangan di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Dalam konstruksi perkara yang dipaparkan KPK, para tersangka diduga menggunakan kewenangan dan posisi jabatannya untuk menekan pihak-pihak tertentu. Tekanan tersebut diduga dilakukan dengan ancaman bahwa laporan pengaduan akan diproses secara hukum apabila permintaan tertentu tidak dipenuhi.
“Permintaan tersebut disertai ancaman, dengan modus agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” kata Asep.
KPK menjelaskan, pihak-pihak yang diduga menjadi sasaran pemerasan berasal dari beberapa instansi strategis di lingkungan pemerintah daerah. Di antaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Selain itu, dugaan pemerasan juga menyasar pimpinan rumah sakit umum daerah.
Meski demikian, KPK menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang sah dan proses hukum masih terus berjalan. Setiap pihak yang disebut dalam perkara ini tetap dipandang sebagai subjek hukum yang memiliki hak yang sama di hadapan hukum.
Selain Kepala Kejaksaan Negeri, KPK juga menetapkan Asis Budianto, yang menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara, sebagai tersangka. Tersangka lainnya adalah Tri Taruna Fariadi, yang menjabat sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara di kantor kejaksaan yang sama.
Ketiganya diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang berkaitan dengan penanganan perkara dan pengaduan hukum di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara untuk tahun anggaran 2025 hingga 2026.
“Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ujar Asep Guntur Rahayu.
Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Dalam perkembangan penanganan perkara, KPK telah melakukan penahanan terhadap dua dari tiga tersangka. Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara dan Kepala Seksi Intelijen ditahan untuk masa penahanan pertama selama 20 hari, terhitung sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
“KPK melakukan penahanan terhadap dua tersangka untuk kepentingan penyidikan,” kata Asep.
Sementara itu, untuk tersangka Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, KPK menyatakan belum dilakukan penahanan karena yang bersangkutan belum berada dalam penguasaan penyidik. KPK menyebut tersangka tersebut masih dalam pencarian dan meminta pihak-pihak terkait untuk bersikap kooperatif.
Tidak ada komentar