
Makassar, katasulsel.com — Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit nanas pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHBun) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2024 memasuki fase krusial. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) mengambil langkah strategis dengan mengajukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap sejumlah pihak yang dinilai memiliki keterkaitan langsung dengan proyek bernilai puluhan miliar rupiah tersebut.
Langkah hukum itu diajukan secara resmi oleh Kepala Kejati Sulsel, Dr Didik Farkhan Alisyahdi, kepada Jaksa Agung Muda Intelijen. Penerapan pencekalan ini dipandang sebagai bagian dari upaya menjaga efektivitas penyidikan sekaligus mengamankan proses penegakan hukum agar tidak terhambat oleh faktor eksternal.
“Pencegahan ke luar negeri merupakan langkah prosedural yang diperlukan agar proses penyidikan dapat berjalan optimal dan tidak mengalami gangguan,” ujar Didik Farkhan kepada wartawan di Kantor Kejati Sulsel, Selasa (30/12/2025).
Berdasarkan dokumen resmi permohonan pencekalan bernomor R-2708/P.4/Dip.4/12/2025, terdapat enam orang yang diusulkan untuk dikenai pembatasan perjalanan ke luar negeri. Mereka berasal dari latar belakang birokrasi pemerintahan hingga pihak swasta, dengan peran yang berbeda dalam struktur pengadaan bibit nanas dimaksud.
Enam nama tersebut masing-masing berinisial BB, seorang aparatur sipil negara yang pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan; HS, PNS aktif di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel; RR dan UN, dua PNS perempuan; RM, seorang wiraswasta yang menjabat Direktur Utama PT AAN; serta RE, karyawan swasta. Hingga saat ini, keenamnya masih berstatus sebagai saksi.
Sebelum pengajuan pencekalan, penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel telah lebih dahulu melakukan pendalaman intensif. Salah satu pemeriksaan penting dilakukan terhadap BB pada pertengahan Desember 2025. Pemeriksaan tersebut berlangsung hampir sepuluh jam, dengan fokus pada pengambilan kebijakan, mekanisme penganggaran, serta proses penunjukan dalam proyek pengadaan bibit nanas yang memiliki nilai kontrak sekitar Rp60 miliar.
Dari hasil penyidikan sementara, aparat penegak hukum mencermati adanya indikasi ketidakwajaran dalam pelaksanaan proyek. Dugaan penggelembungan harga serta kemungkinan pengadaan yang tidak sepenuhnya terealisasi menjadi bagian dari fokus penyelidikan. Tim Pidsus saat ini tengah menelusuri mata rantai perencanaan hingga distribusi, untuk memastikan apakah terdapat penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Sejumlah langkah penegakan hukum sebelumnya telah dilakukan. Penyidik menggeledah beberapa lokasi strategis, termasuk Kantor Dinas TPHBun Provinsi Sulsel, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), serta kantor pihak rekanan. Dari penggeledahan tersebut, ratusan dokumen kontrak, administrasi pengadaan, dan bukti transaksi keuangan diamankan sebagai bahan pembuktian.
Tak hanya itu, lebih dari 20 orang saksi telah dimintai keterangan. Mereka berasal dari unsur birokrasi, pelaku usaha, hingga kelompok tani yang tercatat sebagai penerima manfaat dalam program pengadaan bibit nanas tersebut. Pemeriksaan dilakukan untuk mengurai secara utuh alur kebijakan dan pelaksanaan program, sekaligus menguji kesesuaian antara dokumen dan kondisi lapangan.
Kejati Sulsel menegaskan bahwa penanganan perkara ini dilakukan secara profesional, terukur, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Penegakan hukum, menurut Didik Farkhan, bukan semata soal penindakan, melainkan juga upaya menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan integritas tata kelola pemerintahan daerah.
Dengan langkah pencekalan yang telah ditempuh, penyidikan perkara pengadaan bibit nanas kini memasuki tahap yang lebih terkonsolidasi. Arah perkara kian mengerucut, seiring komitmen Kejati Sulsel untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan bertanggung jawab.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar