Edy BasriSaya berdiri agak di belakang. Maklum, saya habis salat duhur di Musolah lantai 2.
Penulis: Edy Basri
Ya. Aula Mapolres Sidrap siang itu tidak terlalu dingin. Pendingin ruangan bekerja secukupnya. Sama seperti gaya konferensi persnya: tidak berlebihan, tapi terasa isinya.
Hari itu, Selasa, 30 Desember 2025. Acaranya bertajuk konferensi pers akhir tahun.
Biasanya, akhir tahun identik dengan laporan panjang, slide penuh angka, dan kata-kata normatif. Tapi kali ini tidak. Ada sesuatu yang berbeda.
Kapolres Sidrap, AKBP Dr. Fantry Taherong, duduk di depan. Tidak banyak gaya. Tidak banyak retorika. Ia langsung bicara data. Tentang narkoba.
Angkanya muncul di layar. Saya perhatikan satu per satu.
Tahun 2024 dibandingkan 2025.
Kasus narkoba turun enam perkara.
Penyelesaian perkara naik 17 kasus.
Jumlah tersangka berkurang delapan orang.
Saya berhenti mencatat sejenak.
Ini menarik.
Biasanya, jika kasus turun, penyelesaian ikut turun. Atau sebaliknya. Tapi di Sidrap, justru berbeda. Kasus turun, tapi perkara yang dituntaskan naik.
Artinya satu: polisi tidak sekadar mencatat, tapi bekerja sampai tuntas. Itu versi saya yah.
Saya melirik ke arah kursi jajaran Satresnarkoba. Di sana ada Iptu Didi Sutikno, M.S.Tr.K, Kasat Narkoba Polres Sidrap. Wajahnya datar. Tidak mencari sorotan. Seperti orang yang terbiasa bekerja dalam senyap.
Saya tahu, perang melawan narkoba tidak pernah glamor. Tidak selalu terlihat. Tapi dampaknya panjang.
Kapolres Fantry menyebut strategi. Pencegahan. Penindakan. Pengembangan jaringan. Kerja intelijen. Kolaborasi dengan masyarakat.
Semua terdengar normatif.
Tapi angka-angka tadi membuatnya jadi nyata.
Sebagai jurnalis, saya sudah terlalu sering mendengar janji perang narkoba. Tapi tidak semua berujung pada penurunan. Di Sidrap, setidaknya tahun ini, datanya bicara.
Saat sesi tanya jawab, saya tidak angkat tangan.
Bukan tidak bisa bertanya. Tapi, memang sudah tak ada lagi yang perlu saya tanyakan. Kapolres menjelaskan secara detail.
Namun, saya tetap ada catatan.
Dalam hati saya, di Sidrap ini, narkoba tidak cukup hanya ditekan. Kalau bisa, dihilangkan. Mungkin terdengar idealis. Tapi itulah harapan. Sebagai anak Sidrap.
Saya juga sempat bilang satu hal ke teman jurnalis disamping saya. Spontan.
Narkoba itu bukan perkara mudah. Ribet dan tak cukup hanya polisi saja. Tapi, semuanya.
“Untuk Kapolres dan Kasat Narkoba, wajib saya beri dua jempol. Andai saya Kapolda sudah beri penghargaan lagi hari ini juga.”
Beberapa jurnalis lainnya menoleh ke saya. Mungkin mereka mendengar perkataan saya.
Jujur, bukan karena pujian itu penting. Tapi karena jarang diucapkan di forum resmi. Biarlah saya yang menyuarakan.
Bagi saya, dua jempol itu sederhana. Bukan berarti sempurna. Tapi berarti arahnya benar.
Iptu Didi tidak tersenyum lebar. Ia hanya mengangguk kecil. Seperti orang yang tahu: pekerjaan belum selesai.
Konferensi pers ditutup tanpa tepuk tangan panjang. Tidak ada euforia. Tapi justru di situ letak kekuatannya.
Tahun 2025 ditutup dengan pesan sederhana dari Polres Sidrap:
Narkoba dilawan dengan kerja, bukan slogan.
Saya berdiri. Mengemasi catatan. Melangkah keluar aula.
Di luar, matahari Sidrap masih terik. Saya sempat bicara singkat dengan Kapolres Fantry, lalu izin pamit untuk memimpin rapat organisasi.
Perang ini belum selesai.
Tapi setidaknya, hari itu saya pulang dengan satu keyakinan:
ada aparat yang masih serius melakukannya.
Dan itu layak dicatat. (*)
Pos Terkait
Tidak ada komentar