Ditulis Oleh : Alviansyah Sugama
Mahasiswa Akuntansi Nahdlatul Ulama Indonesia

BERBICARA mengenai “Zakat” bagi setiap muslim tentunya sangat mengetahui tentang ini, jenis zakat terbagi dua yaitu zakat maal dan zakat fitrah. Zakat merupakan amalan wajib bagi setiap muslim di seluruh dunia, dengan zakat tentu umat muslim akan mengerti mengenai berbagi dan membersihkan harta, arti zakat secara harfiah berarti ‘bersih’, ‘suci’, ‘subur’, ‘berkat’ dan ‘berkembang’. Zakat sendiri artinya adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Pengelolaan zakat di Indonesia sangatlah menjadi perhatian penting di pemerintahan, dengan potensi rupiah sebesar Rp327 Triliun menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (‘BAZNAS’) tentu zakat dapat menjadi point penting dalam membantu pemerintah menyejahterakan rakyat di Indonesia, pengelolaan zakat sudah di atur oleh pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Namun apakah zakat di Indonesia sudah berjalan sesuai yang diharapkan pemerintah ? dan Bagaimana upaya pemerintah dalam mengalokasikan dana zakat sehingga efektif dalam pendayagunaannya ?

Pada masa pendemi covid tentunya zakat menjadi solusi penyelesaian krisis ekonomi di Indonesia, zakat telah diatur dalam agama islam pada QS. At Taubah ayat 60 yaitu
“Sungguh zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana.”
Masa pandemi menjadi sebab utama terjadinya kesenjangan ekonomi di Indonesia, hilangnya lapangan pekerjaan, krisis kesehatan, anggaran negara yang terpakai untuk upaya pencegahan dan pengobatan masyarakat menjadikan pemerintah harus bekerja lebih keras dalam mengatur APBN negara. Dampak yang lebih besar dapat dirasakan pemerintah dengan terjadinya defisit APBN negara sebesar Rp947,6 triliun.
Dalam lingkup akuntansi pengelolaan zakat diatur dalam PSAK 109 dan ISO 9001 Tahun 2015, hal ini menjadikan pengelolaan zakat tidak bisa sembarangan dalam pengelolaan dana yang akan dihimpun dan didistribusikan. Dinamika roda pengelolaan zakat di Indonesia sangatlah sulit di prediksikan, sebab kesadaran masyarakat dan kepedulian adalah kunci utama dalam menggerakkan poros peningkatan perhimpunan zakat masih belum maksimal ditangani oleh pemerintah.
Pada tahun 2021 Indonesia mencatat realisasi pengumpulan dana zakat sebesar Rp14 triliun, jumlah ini hanya sekitar 4,28 % dari proyeksi potensi zakat di dalam negeri yang ditargetkan mencapai Rp327 triliun. Indonesia yang merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia seharusnya dapat lebih maksimal dalam menghimpun dana zakat dari setiap individu masyarakat. Kementerian sosial mencatat sebanyak 13,2 % kemiskinan di Indonesia bertambah, UMKM terdampak ekonomi pandemi covid mengalami kerugian Rp1,594 Triliun. Upaya pemulihan ekonomi terus menerus dilakukan pemerintah, pengelolaan dana zakat dan kebijakan peraturan memaksimalkan dana zakat merupakan salah satu jalan pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah.
Berbagai cara juga telah dilakukan BAZNAS untuk mendongkrak target perhimpunan zakat, mulai dari berkolaborasi dengan lembaga amil zakat, bekerjasama dengan unit pengumpulan zakat (‘UPZ’) di setiap daerah dan memaksimalkan surat kebijakan wajib zakat ke setiap perusahaan di Indonesia.

Gambar table

Tabel perhimpunan zakat sepanjang tahun 2018 – 2021
Dari grafik diatas dapat menjelaskan bahwa setiap tahun zakat terus berkembang di Indonesia, hal ini juga menjadikan Indonesia mendapatkan predikat “Negara Paling Dermawan di Dunia” yang disematkan oleh Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index. Dalam regulasi dana zakat berbagai program juga tercipta sebagai upaya menjadikan zakat produktif untuk masyarakat, program yang dibuat meliputi bidang pendidikan, kesehatan, kemitraan, dakwah dan kebencanaan.
Regulasi zakat juga telah banyak mengalami perbaikan yang dilakukan pemerintah, peraturan dan kebijakan memaksimalkan dana zakat menjadi faktor utama zakat berkembang di Indonesia.

Dari dua jenis zakat, zakat maal yang merupakan zakat harta yang sangat memberikan dampak yang besar dalam perhimpunan zakat, pemerintah juga bekerjasama dengan dirjen pajak yang menjadikan “Bagi setiap perusahaan yang karyawannya sudah melakukan pengambilan zakat secara rutin maka akan mengurangi perhitungan akhir pada PPh 21”. Agama juga telah mengatur pembagian regulasi zakat ke para penerima zakat yang memprioritaskan bagian fakir-miskin dengan persentase perolehan untuk masing-masing asnaf yaitu: fakir-miskin 60%, Amilin 12,5%, Muallaf 1%, Riqab 0%, Ghârimin 0,5%, Ibnu sabîl 0,5%, dan Sabîlillah 25,5%.
Dalam rencana forecasting yang direncanakan oleh BAZNAS pada tahun 2019 untuk beberapa tahun kedepan BAZNAS menggunakan metode metode straight line, dilakukan untuk memproyeksikan pengumpulan Zakat Infaq Sedekah (‘ZIS’), penyaluran ZIS dan total penerima manfaat.
Pertumbuhan muzaki dan mustahiq serta detail penerima manfaat per sektor distribusi tidak dilakukan. Hal ini karena keterbatasan data yang tersedia dalam 2 periode (hanya 2018 dan 2019). Dengan pendekatan metode straight line, diproyeksikan pengumpulan zakat tahun 2021 sebesar Rp13,530,613,929,974.60, sedangkan untuk penyaluran mencapai Rp12,543,787,463,645.90 dan untuk penerima manfaat diprediksi mencapai 37,551,265.60 jiwa. Tabel 3.19 di bawah ini menjelaskan hasil penghitungan proyeksi zakat 2021 dengan metode straight line.
Pertumbuhan zakat di Indonesia memang dari beberapa tahun ini memang mengalami kenaikan, tetapi menurut data yang disampaikan oleh beberapa pengamat sosial dan lembaga amil zakat di Indonesia juga menjelaskan mengalami beberapa masalah dalam proses perhimpunan dana zakat yaitu :
Kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam membayar zakat maal.
Masyarakat masih belum terbiasa membayar zakat ke lembaga amil zakat resmi dan cenderung ke masjid atau musholla terdekat rumah.
Belum maksimalnya dana Corporate Social Responsibility (‘CSR’) yang bisa dikolaborasikan dengan dana zakat.
Banyaknya lembaga sosial yang masih belum resmi.
Ekonomi masyarakat yang masih dalam proses pemulihan ekonomi, menjadikan banyaknya muzaki (pembayar zakat) yang menjadi mustahiq (penerima zakat) secara masal.
Masyarakat di Indonesia tentunya mengharapkan zakat dapat tumbuh dan berkembang menjadi budaya di Indonesia, karena zakat merupakan suatu hal yang menjadi landasan keberhasilan ekonomi umat islam di dunia, beberapa negara islam di dunia juga telah menerapkan kewajiban berzakat bagi setiap masyarakatnya, salah satu yang dapat di jadikan contoh utama adalah negara Dubai yang memiliki triliunan prehimpunan zakat setiap tahunnya, hal ini dapat menjadi contoh negara berkembang juga dapat menjadi negara maju jika masyarakat sudah sadar akan pentingya zakat di masyarakat.

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com